Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development on Economics and Finance (Indef) menilai target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen di 2022 sulit untuk dicapai, apabila pertumbuhan kredit hanya single digit.
Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya menyampaikan bahwa target penyaluran kredit perbankan 2022 ditargetkan tumbuh 7,5 persen. Di samping itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin penyaluran kredit terhadap UMKM bisa ditingkatkan hingga 30 persen pada 2024 mendatang.
Kendati demikian, Wakil Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto menilai kondisi perbankan hingga saat ini masih belum ideal. Menurutnya, perbankan masih lebih terstimulasi untuk menempatkan dananya pada SBN, dibandingkan untuk disalurkan dalam bentuk kredit.
"Kalau ini terus-terusan dilakukan dan kita menargetkan pertumbuhan yang lebih tinggi dari 5 persen, tapi target pertumbuhan kredit hanya 7,5 persen [di 2022], dari tahun [2020] yang minus. Itu tidak besar. Kalau kredit tidak tumbuh double digit, jangan harap kita bisa menikmati pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. 5,2 [persen] pun mungkin susah," jelas Eko pada konferensi pers virtual, Selasa (8/2/2022).
Indef mencatat bahwa selama pandemi, perbankan lebih banyak memilih untuk membeli SBN dibandingkan untuk menyalurkan kredit pembiayaan. Lembaga tersebut mencatat dana bank umum yang ditempatkan pada SBN di 2021 mencapai Rp1.591 triliun, atau tumbuh 15,67 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Sementara itu, berdasarkan data Bank Indonesia, pertumbuhan kredit per Desember 2021 hanya 4,9 persen secara tahunan.
Apabila kondisi tersebut tetap bertahan, Eko menilai target pertumbuhan ekonomi tahun ini sekaligus keinginan Presiden terhadap pembiayaan UMKM akan sulit terwujud.
"Kalau kita stimulasi terus-menerus bank-bank untuk menyimpan dananya dengan membeli SBN, maka tidak akan pernah kejadian kredit tinggi apalagi untuk UMKM. Jangankan ke UMKM, untuk usaha yang lebih besar, settle, dan formalized saja masih susah," tuturnya.
Eko menilai keliru strategi yang saat ini dilakukan , yakni penyerapan dana perbankan melalui SBN untuk nantinya membiayai APBN guna pemulihan ekonomi. Dia mengatakan perbankan akan lebih baik untuk menyerap dananya dengan memberikan kredit kepada swasta atau sektor riil.
"Secara teori ekonomi kan kita tahu, mendorong perekonomian dari pemerintah dibandingkan dengan swasta, kita tahu dampak dan multiplier effect-nya lebih besar melalui swasta," jelasnya.