Bisnis.com, JAKARTA – PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI buka suara ihwal sejumlah tuntutan dan ancaman mogok kerja yang disampaikan oleh Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA).
VP Public Relations KAI Joni Martinus menjelaskan bahwa tidak ada pelanggaran good corporate governance (GCG) dalam hal pelaksanaan mutasi pegawai di internal KAI. Mutasi yang dilakukan perusahaan diklaim telah sesuai prosedur KAI.
Dia menjelaskan, mutasi pegawai di lingkungan KAI merupakan hal yang biasa dilakukan sesuai kebutuhan perusahaan. Dia pun menampik tudingan proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang dilakukan perusahaan hanya menguntungkan satu vendor saja.
“KAI menerapkan peraturan baru terkait izin tidak masuk kerja bagi pegawai dengan tujuan untuk meningkatkan kedisiplinan pegawai, melindungi pegawai dari bahaya Covid-19, dan mengakomodir peraturan pemerintah Nomor 36/2021 tentang Pengupahan. Penerapan Perdir tersebut juga sudah sesuai dengan pasal yang ada di Perjanjian Kerja Bersama antara KAI dan serikat pekerja,” katanya, Minggu (6/2/2022).
Menurutnya, KAI juga telah melakukan diskusi dengan SPKA dan menampung berbagai saran, serta masukan terkait rencana integrasi transportasi di Jabodetabek.
Apalagi, katanya, KAI sebagai BUMN harus mematuhi kebijakan pemerintah selaku pemegang saham, dan terus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
“KAI selalu terbuka untuk berdiskusi dengan jajaran SPKA dalam hal mencari solusi terbaik bagi kesejahteraan pegawai dan kemajuan perusahaan,” ujarnya.
Sebelumnya, SPKA mengajukan sejumlah tuntutan kepada KAI dengan ancaman menempuh aksi damai atau mogok kerja apabila tidak terpenuhi.
Juru Bicara SPKA Dani Hamdani mengatakan, sejatinya para pekerja mendukung program pemerintah, serta perusahaan dalam pembangunan perekonomian nasional supaya bisa bertahan pada masa pandemi saat ini.
Akan tetapi, sayangnya pekerja menilai proses pengelolaan korporasi jauh panggang dari api, dengan banyaknya indikasi pelanggaran perjanjian kerja bersama oleh manajemen KAI.
Tak hanya itu, dukungan dan keberpihakan pemerintah kepada KAI juga dinilai masih belum dirasakan dalam hal menekan biaya yang harus dikeluarkan.
Hal tersebut berdampak bukan hanya kepada pekerja, tetapi juga berimbas kepada masyarakat umum. SPKA, sebutnya, menuntut manajemen KAI untuk mematuhi perjanjian kerja bersama yang telah disepakati, serta meminta kepada pemerintah untuk memberi dukungan penuh kepada perseroan.
“Selanjutnya, jika tuntutan dan permintaan SPKA tidak ada titik temu, maka SPKA akan melakukan upaya-upaya yang konstitusional. Bahkan jika diperlukan akan menempuh aksi-aksi lain, seperti aksi damai atau mogok kerja,” ujarnya, Sabtu (5/2/2022).