Bisnis.com, JAKARTA – Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) mengancam akan menempuh aksi damai atau mogok kerja jika sejumlah tuntutan yang dikemukakan kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) tidak dipenuhi.
Juru Bicara SPKA Dani Hamdani mengatakanpara pekerja mendukung program pemerintah serta perusahaan dalam pembangunan perekonomian nasional supaya bisa bertahan pada masa pandemi saat ini. Sayangnya, pekerja menilai proses pengelolaan korporasi masih diwarnai dengan indikasi pelanggaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB) oleh manajemen PT KAI.
“Selanjutnya jika tuntutan dan permintaan SPKA tidak ada titik temu maka SPKA akan melakukan upaya-upaya yang konstitusional bahkan jika diperlukan akan menempuh aksi-aksi lain seperti aksi damai atau mogok kerja,” ujarnya, Sabtu (3/2/2022).
Adapun sejumlah tuntutan tersebut merupakan tindaklanjut hasil Munas SPKA pada 26 Januari -27 Januari 2022 di Tanjungkarang dalam menyikapi perkembangan terakhir terkait hubungan industrial dan tetap bergulirnya rencana proses akuisisi KCI yang mengakibatkan kepemilikan saham KAI menjadi minoritas.
Salah satu hal yang disoroti oleh SPKA adalah adanya mutasi sebagian besar pekerja di bidang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) di kantor pusat.
“Apakah ada indikasi pelanggaran GCG mengingat mutasi terjadi pada saat proses pengadaan sedang berlangsung, tiba-tiba Tim PBJ dicopot dan dimutasikan ke luar daerah yang jauh. Hal lain yang menimbulkan tanda tanya dalam proses PBJ tersebut,” jelasnya.
Baca Juga
Berdasarkan informasi yang SPKA terima, disampaikan bahwa peserta pengadaan yang tidak lolos dalam evaluasi administrasi & teknis menghubungi Tim PBJ agar bisa tetap diikutkan dalam proses pengadaan tetapi ditolak oleh Tim PBJ karena tidak memenuhi persyaratan. Sebaliknya, peserta yang lolos dalam evaluasi administrasi & teknis justru tidak hadir dalam proses selanjutnya yaitu pembukaan surat penawaran.
Kedua, SPKA meminta manajemen wajib mematuhi PKB. Manajemen telah mengeluarkan Peraturan direksi Nomor PER.U/KH.201/I/1/KA-2022 tanggal 25 Januari 2022 tentang izin tidak masuk bekerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan. Isi dari Peraturan Direksi tersebut melanggar ketentuan dalam PKB dan dalam proses pembuatannya manajemen melanggar kesepakatan yang telah disepakati.
Itu dikarenakan ketentuan tentang lamanya waktu pemberian izin bagi pekerja yang mengalami sakit yang diterbitkan melalui peraturan direksi tersebut berbeda atau tidak sesuai dengan Keputusan Perundingan sebagaimana termuat dalam Notulen Rapat Penyusunan Produk Hukum Sebagai tindak Lanjut PKB Periode Tahun 2020-2022 pada tanggal 24-26 Februari 2021 dan ketentuan tentang hak pekerja dalam menjalankan tugas organisasi di serikat pekerja.
Ketentuan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan tentang perlindungan hak berorganisasi dan dispensasi untuk kegiatan SPKA sebagaimana termuat dalam PKB Pasal 8 dan Pasal 9.
SPKA berpendapat bahwa manajemen telah mengingkari atau inkonsistensi terhadap keputusan yang telah disepakati bersama.
Ketiga, SPKA secara tegas tetap menolak aksi korporasi terkait proses akuisisi KCI (PT KAI Commuter) tetapi mendukung integrasi dan kolaborasi dalam sistem transportasi nasional. Selama ini diduga manajemen terkesan mengabaikan masukan SPKA. Pasalnya, serikat tersebut menilai akuisisi itu dapat merugikan perusahaan serta mempengaruhi kesejahteraan pekerja.
Keempat, meminta kepada pemerintah untuk mengevaluasi Peraturan Keuangan Nomor PMK 138/PMK.02/ tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.
SPKA menilai keberadaan PMK tersebut akan membebani keuangan PT KAI sehingga berpotensi menambah beban biaya sebesar Rp1,5 triliun – Rp2 triliun di tengah kondisi perusahaan selama pandemi saat ini.
Kelima, SPKA juga meminta kepada pemerintah untuk mendanai Infrastructure Maintenance Operation (IMO) pada tahun Anggaran 2022 secara penuh yang merupakan kewajiban pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.
Apabila hal tersebut tidak dipenuhi, maka berpotensi KAI tidak dapat memenuhi kekurangannya karena beban biaya sudah dialokasikan untuk biaya rutin seperti operasional, perawatan sarana dan prasarana serta mendukung program keselamatan di perseroan.