Bisnis.com, JAKARTA — Pakar Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori meminta pemerintah untuk mengkompensasi harga pupuk non subsidi dari laba PT Pupuk Indonesia (Persero).
Khudori beralasan torehan kinerja keuangan PT Pupuk Indonesia relatif positif selama tiga tahun terakhir. Hanya saja, Khudori menambahkan, holding BUMN pupuk itu masih minim berkontribusi pada upaya penyediaan akses pupuk yang terjangkau bagi petani.
“Kalau kita lihat data-data keuangan PT Pupuk Indonesia itu kan luar biasa dari sisi profit, BUMN ini boleh diacungi jempol tapi dari sisi misi keharusan mereka untuk menyokong sektor pertanian supaya pupuk bisa terjangkau boleh dibilang gagal,” kata Khudori melalui sambungan telepon, Minggu (6/2/2022).
Dengan demikian, Khudori menegaskan, pemerintah dapat mengalokasikan torehan laba dari holding BUMN pupuk itu untuk mengkompensasi kenaikan harga pupuk non subsidi yang sudah berlangsung sejak akhir tahun lalu.
Menurut dia, intervensi pemerintah untuk mengatur harga pupuk domestik relatif lebih mudah lantaran keseluruhan faktor pembentuk harga dimiliki oleh negara. Kasus itu, kata dia, berbeda dengan upaya intervensi terhadap kenaikan harga minyak goreng yang ditentukan oleh kekuatan produksi swasta.
“Kalau tidak ada upaya segera dampak ikutan yang besar akan tampak, kita harus hati-hati karena pasar dunia itu sangat sensitif, karena pertanian itu sangat tergantung pada alam, ketika permintaan tinggi tidak otomatis bisa terpenuhi dari sisi pasokan,” kata dia.
Pertengahan tahun lalu, PT Pupuk Indonesia (Persero) membukukan setoran dividen dan pajak kepada negara sebesar Rp8,25 triliun. Kontribusi tersebut terdiri dari dividen pada 2020 sebesar Rp588 miliar dan setoran pajak pada 2020 sebesar Rp7,67 triliun. Adapun penetapan dividen tersebut disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada rabu (30/6/2021).
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memproyeksikan harga pupuk non subsidi bakal mengalami kenaikan sepanjang 2022 akibat melonjaknya harga bahan baku di tingkat global. Kenaikan harga pupuk itu belakangan ikut andil memengaruhi inflasi pada komoditas pangan awal tahun ini.
Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Isy Karim mengatakan kementeriannya tengah berkoordinasi dengan produsen pupuk dalam negeri untuk menjaga harga pupuk non subsidi tetap stabil di tengah gejolak harga dunia. Isy Karim menargetkan produsen dalam negeri dapat memberikan harga di bawah harga internasional untuk menjaga akses pupuk bagi petani.
“Kenaikan harga pupuk non subsidi disebabkan oleh melonjaknya harga berbagai komoditas dunia seperti amonia, phosphate rock, KCL, gas dan minyak bumi karena pandemi, krisis energi di Eropa serta adanya kebijakan beberapa negara yang menghentikan ekspornya,” kata Isy Karim melalui pesan WhatsApps, Minggu (9/1/2022).
Berdasarkan data World Bank-Commodity Market Review per 4 Januari 2022, Pupuk Urea dan diamonium fosfat (DAP) mengalami kenaikan yang signifikan. Sepanjang Januari hingga Desember 2021 misalnya, harga diamonium fosfat (DAP) di pasar internasional mengalami kenaikan sebesar 76,95 persen. Saat awal tahun lalu, harga pupuk itu mencapai US$421 per ton, pencatat itu berakhir di posisi US$745 per ton pada Desember 2021.
Di sisi lain, Pupuk Urea mengalami peningkatan harga mencapai 235,85 persen sepanjang tahun lalu. Pupuk Urea sempat berada di harga US$265 per ton belakangan naik menjadi US$890 per ton pada Desember 2021.