Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mencari Skema Bisnis Terbaik untuk Optimalkan Sumur Migas Tua

Penggunaan skema kerja sama operasi (KSO) untuk pengelolaan sumur minyak dan gas bumi (migas) yang tidak dikembangkan atau sumur tua dinilai kurang menarik bagi perusahaan swasta dan investor.
Ilustrasi. Fasilitas produksi Blok Rokan, Minas, Riau./SKK Migas
Ilustrasi. Fasilitas produksi Blok Rokan, Minas, Riau./SKK Migas

Bisnis.com, JAKARTA – Penggunaan skema kerja sama operasi (KSO) untuk pengelolaan sumur minyak dan gas bumi (migas) yang tidak dikembangkan atau sumur tua dinilai kurang menarik bagi perusahaan swasta dan investor.

Pemerintah pun diminta untuk mempertimbangkan penggunaan skema kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC) untuk mengelola sumur-sumur migas idle tersebut.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, luas Wilayah Kerja (WK) yang dimiliki Pertamina EP lebih dari 113.000 kilometer (km) persegi, dengan produksi sekitar 80.000 barel minyak per hari (bopd).

Sebagai perbandingan, WK Rokan yang hanya memiliki luas 6.200 km persegi memiliki tingkat produksi sekitar 160.000 bopd.

Mengacu pada hal tersebut, Moshe menilai, potensi wilayah kerja onshore Indonesia masih sangat besar, terutama untuk deeper play atau reservoir, sehingga banyak sekali area yang bisa dikembangkan oleh perusahaan swasta atau investor.

Mencari Skema Bisnis Terbaik untuk Optimalkan Sumur Migas Tua

Dia menuturkan bahwa Pertamina saat ini berusaha menawarkan dengan skema KSO untuk mengelola sumur-sumur idle, namun hal itu dinilai kurang menarik bagi investor, terutama bagi perusahaan besar.

“Agar dapat memaksimalkan area-area yang tidak atau kurang digarap tersebut, saya menyarankan untuk Pertamina bekerja sama dengan pihak swasta atau investor dengan skema PSC yang menguntungkan kedua belah pihak,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (3/2/2022).

Menurut Moshe, skema KSO menjadi tidak menarik bagi investor karena perusahaan migas umumnya tidak ingin diposisikan sebagai vendor atau kontraktor Pertamina.

Untuk itu, area-area yang sudah tidak dimanfaatkan oleh Pertamina perlu disisihkan dan ditawarkan ke investor yang berminat sebagai PSC baru. Dengan demikian, Pertamina tetap bisa menjadi mitra dalam participating interest dan menjadikan model bisnisnya lebih menarik jika dibandingkan dengan KSO.

“Tidak perlu skema baru, pakai PSC yang sudah ada, gross split atau cost recovery,” ujarnya.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berencana bakal memaksimalkan kembali potensi dari sumur-sumur tua yang telah tidak beroperasi untuk bisa memberikan tambahan produksi.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya bersama dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) pada tahun ini akan mengaktifkan kembali sumur-sumur tua atau sumur yang telah lama tidak beroperasi.

Mencari Skema Bisnis Terbaik untuk Optimalkan Sumur Migas Tua

Adapun, pada 2022 setidaknya diperlukan tambahan produksi sebesar 49.000 barel minyak per hari.

“Salah satu andalan unlock tadi idle well kami reactivate dengan KKKS. Kami melihat ada komitmen 725 sumur untuk 2022, dan saya melihat ini kurang. Kami harus bisa 1.000 sumur untuk bisa mereaktivasi, untuk mengisi gap,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (2/2/2022).

Dwi menjelaskan, pihaknya bersama dengan PT Pertamina (Persero) yang memiliki banyak sumur idle tengah mencari skema model terbaik agar nantinya sumur-sumur migas tersebut dapat ditawarkan kepada pihak ketiga.

 

Belum Adil

Menurut dia, skema model yang berlaku saat ini masih belum berlaku adil untuk dilakukannya kerja sama operasi.

Dwi menilai, perlu keadilan dalam penggantian biaya dan bagi hasil untuk kedua belah pihak dalam menggarap sumur tua.

“Kami menilai kurang fair. Kami menargetkan Februari 2022 ini selesai, dan mengundang pihak-pihak yang berminat untuk ikut dalam no cure no pay tadi,” imbuhnya.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tutuka Ariadji menuturkan, Pertamina diharapkan bisa mengerjasamakan lapangan-lapangan migas yang dinilai tidak kompetitif atau tidak dikembangkan kepada pihak-pihak yang bisa menggarap potensi itu lebih serius.

Dia menegaskan, pemerintah telah memberikan kemudahan agar Pertamina dapat mengalihkan pengelolaan lapangan-lapangan migas tersebut untuk dikerjasamakan dengan perusahaan lain melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 23/2021.

Selain itu, Tutuka mengatakan bahwa Pertamina didorong untuk bisa memberikan skema bisnis yang lebih menarik, sehingga kerja sama operasi dapat tumbuh dan berkontribusi tidak hanya dari sisi produksi tapi juga dari pengembangan teknologi, karena risikonya yang lebih kecil.

“Perlu kita melihat lapangan-lapangan yang tidak dikembangkan. Jadi kami menawarkan kalau memang tidak dikembangkan, kemudian ditawarkan kepada pihak-pihak yang serius mempunyai kemampuan dan finansial untuk turut serta membantu peningkatan produksi,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper