Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Oase bagi Kebangkitan Usaha Mikro Tanah Air

Menurut data Center of Reform on Economics (CORE), dari total sekitar 65 juta usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Indonesia, 98 persen di antaranya didominasi oleh segmen mikro dan ultra mikro. Sisanya sekitar 700.000 pelaku usaha kecil dan hanya 60.000 usaha menengah. 
Penyaluran kredit ultra mikro kepada pengrajin tahu. /Kemenkeu
Penyaluran kredit ultra mikro kepada pengrajin tahu. /Kemenkeu

Bisnis.com, JAKARTA — Belakangan ramai diperbincangkan mengenai privilese yang dimiliki orang sukes dengan latar keluarga kaya. Pasalnya mereka memiliki akses lengkap mulai dari pendidikan hingga pembiayaan, hal yang tidak dalam jangkauan banyak orang. 

Dalam praktiknya, privilese atau hak istimewa memang merupakan fenomena nyata. Hal ini pun kerap terjadi pada pelaku usaha. 

Tidak seperti korporasi yang dengan mudah mencari kredit dari bank. Pelaku usaha ultra mikro kerap kesulitan mendapatkan akses pembiayaan. Segmen ini bahkan juga kesulitan mendapatkan kredit usaha rakyat (KUR). Alasannya, mereka masih menjalankan bisnis di tingkat rumah tangga atau tidak masuk dalam skala ekonomi penyalur kredit.

Padahal modal menjadi kata kunci bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas bisnis. Di tengah kesulitan mendapatkan akses pembiayaan tersebut, Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Investasi Pemerintah (PIP) menjadi oase bagi pelaku usaha ultra mikro. 

Menurut data Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, dari total sekitar 65 juta usaha mikro kecil menengah (UMKM), 98 persen di antaranya didominasi oleh segmen mikro dan ultra mikro. Sisanya sekitar 700.000 pelaku usaha kecil dan hanya 60.000 usaha menengah. 

Dua kelas tersebut merupakan usaha di tingkat keluarga atau rumah tangga. Umumnya mereka hanya mempekerjakan anggota keluarga. Operasional bisnis juga tidak didukung dengan pembukuan yang baik. Apalagi, mereka tidak memiiki badan hukum. Beberapa situasi ini menyulitkan kelas tersebut mendapatkan akses modal. 

“Di sinilah maka BLU PIP ini menjadi penting karena dia memberi ruang bagi mikro dan ultra mikro mendapatkan akses permodalan tanpa melalui sistem perbankan,” kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal kepada Bisnis, Kamis (3/2/2022). 

Sejatinya, pembiayaan Ultra Mikro (UMi) merupakan program pembiayaan bagi usaha mikro kelas bawah yang tidak mendapat akses modal dari perbankan melalui KUR. Debitur dari program ini mendapat fasilitas pembiayaan maksimal Rp20 juta.

Pendanaan tersebut disalurkan oleh lembaga keuangan non bank seperti koperasi maupun petugas penyuluh koperasi lapangan (PPKL).

Dalam praktiknya, BLU PIP tidak sekadar memberikan pembiayaan sebagai akses modal bagi pelaku usaha mikro. Penyalur juga wajib memberikan pendampingan kepada debitur. Langkah ini penting agar usaha mikro maupun ultra mikro lekas berkembang. 

Sebab itu, PIP UMi kerap memberikan bimbingan secara langsung maupun melalui daring kepada pelaku usaha tersebut, mulai dari pemahaman pada kualitas produk, pengemasan, teknik pemasaran hingga pemilihan lokasi usaha untuk memikat para pembeli. 

Terpisah, Direktur Utama BLU-PIP, Ririn Kadariyah beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa selama ini PIP secara konsisten menggelar pelatihan pemasaran secara online kepada debitur. Program ini telah digelar lembaga itu sejak 2020 seiring dengan merebaknya Covid-19 di Indonesia.

"Kami melanjutkan program dari tahun 2020. Pada 2021 kami bekerja sama dengan Grab Food Indonesia dalam pelatihan pemasaran. Agustus 2021, kami selenggarakan lelang produk UMi untuk mendorong pemasaran produk debitur UMi yang sudah kami kurasi," terangnya.

BLU PIP juga menggelar inkubasi usaha mikro dan ultra mikro. Program ini turut melibatkan Universitas Padjadjaran dan Universitas Brawijaya. Lebih jauh, PIP turut bersinergi dengan sejumlah pihak membangun Rumah UMi di Ternate. Program ini memanfaatkan lahan yang belum optimal.

Adapun sejak diresmikan pada 2017, jumlah debitur UMi terus mengalami peningkatan. Situasi ini menunjukan tingginya minat dan kebutuhan pelaku usaha mikro dan ultra mikro untuk mendapatkan akses permodalan tersebut. 

Oase bagi Kebangkitan Usaha Mikro Tanah Air

Pada 2018 misalnya, dari target penyaluran pembiayaan kepada 500.000 debitur, terealisasi hingga 557.112 debitur atau 111 persen dari target dengan nilai Rp1,56 triliun. Kemudian realisasi penyaluran melonjak 135 persen atau 809.926 debitur pada 2019 dari target hanya 600.000 senilai Rp2,71 triliun. 

Capain penyaluran paling tinggi dicatat pada 2020 dengan 1,76 juta debitur senilai Rp6 triliun. Padahal target penyaluran hanya 800.000 pelaku usaha atau melonjak 220 persen. Teranyar, realisasi penyaluran pembiayaan UMi pada 2021 menembus 1,96 juta debitur dari target 1,8 juta debitur dengan nilai Rp18 triliun.

Kemudian pada 2022, PIP UMi menargetkan penyaluran pendanaan bagi 2 juta pelaku usaha mikro dan ultra mikro. Pemerintah telah menyiapkan alokasi hingga Rp10 triliun mendukung program ini. Hingga kini Kementerian Keuangan mencatat volume pinjaman dari BLU PIP telah lebih dari Rp17 triliun untuk 5,7 juta peminjam. 

Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun mengapresiasi upaya pemerintah dalam menyediakan ruang bagi pelaku usaha kelas ini. Segmen mikro kerap kali kesulitan mendapatkan akses modal namun terbantu dengan kehadiran BLU PIP. Tak pelak keberadaan lembaga ini ikut menopang pertumbuhan ekonomi dari kelas bawah. 

Dia menyadari adanya peningkatan minat usaha mikro untuk mendapat pembiayaan ini. Hal tersebut terlihat dari semakin besarnya jumlah debitur UMi sejak 2018 hingga saat ini. Pun pemerintah telah menaikan target penyaluran hingga 2 juta penerima pada 2022, Akumindo mendorong agar jumlah ini dapat terus ditingkatkan. 

“Kami berharap melalui pembiayaan ini usaha mikro dan ultra mikro dapat kembali bergeliat dan tumbuh mulai kuartal II/2022,” ujarnya. 

Sementara itu, Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif CORE Indonesia menekankan perlu adanya pertimbangan kapasitas dalam penyaluran pembiayaan ini harus sesuai kemampuan. Meskipun diakuinya, target 2 juta debitur tersebut hanya sekitar 3 persen dari 65 juta UMKM. 

Menurutnya bila target terlalu besar maka akan membebani lembaga penyalur. Hal ini dapat berpengaruh pada kualitas penyaluran. Faisal mengkhawatirkan apabila terlalu membludak target penerimaan, maka akan berpengaruh pada efektifitas penyaluran. 

“Penyaluran pembiayaan harus tepat sasaran sesuai kapasitas penyalurnya. Kalau ditarget terlalu besar juga mereka bisa jadi tidak efektif,” tuturnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rayful Mudassir
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper