Bisnis.com, JAKARTA — Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) meminta pemerintah untuk membuka ruang pembahasan pada objek materiil Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang belakangan diputuskan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 25 November 2021.
Sekretaris Jenderal OPSI Timboel Siregar mengatakan pembahasan pada sisi materi itu merupakan konsekuensi dari putusan MK yang menyatakan undang-undang sapu jagat itu cacat secara formal karena minim pelibatan publik.
“Jadi sebenarnya gara-gara masalah formilnya tidak terpenuhi itu memengaruhi materiil, ini harus diperbaiki pemerintah harus membangun komunikasi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan,” kata Timboel melalui sambungan telepon, Senin (24/1/2022).
Dengan demikian, kata Timboel, pemerintah mesti membuka ruang kembali kepada masyarakat untuk meninjau ulang objek materi yang terdapat pada undang-undang sapu jagat tersebut. Alasannya, muatan undang-undang itu masih menjadi polemik di antara serikat buruh dan pengusaha hingga saat ini.
“Buka ruang untuk masuk ke materi karena tadi dibilang selain tidak adanya omnibus law, serikat buruh juga tidak dilibatkan dalam membahas UU Cipta Kerja yang diamanatkan untuk pelibatan masyarakat,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menampik tudingan ihwal pelibatan masyarakat yang minim dalam proses pembuatan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ida mengatakan kementeriannya telah mengundang seluruh perwakilan serikat buruh dan pengusaha untuk membahas isi dari setiap pasal yang ada pada undang-undang sapu jagat tersebut. Malahan, kata Ida, proses pembahasan undang-undang itu terbuka kepada masyarakat lewat sejumlah saluran media sosial.
“Pembentukan UU Cipta Kerja ini luar biasa keterbukaannya, ini luar biasa untuk klaster ketenagakerjaan karena melalui proses yang panjang, di antara undang-undang lain, yang ini banyak sekali partisipasi publiknya,” kata Ida saat rapat kerja bersama dengan Komisi IX, Senin (24/1/2022).
Hanya saja, Ida mengakui, sejumlah asosiasi buruh menarik diri dalam proses pembahasan klaster ketenagakerjaan yang turut diatur pada undang-undang sapu jagat tersebut. Kendati demikian, dia memastikan pembahasan undang-undang tetap melibatkan sebagian besar perwakilan serikat buruh hingga penetapannya.