Bisnis.com, JAKARTA — Moody’s Analytics memperkirakan inflasi Indonesia pada 2022 akan naik hingga 2,9 persen. Sejumlah aspek perlu dicermati perkembangannya agar laju inflasi stabil dan terjaga.
Ekonom Asia Pasifik Senior dari Moody's Analytics, Katrina Ell menjelaskan bahwa pihaknya memproyeksikan tingkat inflasi Indonesia dapat mencapai 2,9 persen pada 2022 dan meningkat menjadi 3,9 persen pada 2023.
Proyeksi itu lebih tinggi dari inflasi 2021, yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di angka 1,87 persen.
Katrina menilai bahwa Indonesia cukup rentan terhadap arus keluar modal karena tingginya kepemilikan asing atas obligasi yang diterbitkan pemerintah, yakni berkisar 23 persen. Rasio itu memang menurun dari 2017 yang masih berkisar 40 persen.
Hal tersebut menyebabkan masih adanya sentifitas terhadap obligasi yang berfungsi untuk mendanai defisit transaksi berjalan.
"Fundamental lain di Indonesia kali ini lebih baik. Cadangan devisa meningkat. Defisit transaksi berjalan telah dipersempit oleh surplus perdagangan Indonesia yang didukung oleh harga komoditas yang tinggi, dan inflasi berada di bawah kisaran target bank sentral 2 persen hingga 4 persen," tulis Katrina dalam risetnya, Jumat (21/1/2022).
Dia menilai bahwa pertumbuhan harga produsen akan tetap moderat, tetapi mulainya kembali percepatan pertumbuhan harga menimbulkan risiko yang harus menjadi perhatian, terutama jika ada lebih banyak kekurangan sumber daya saat sejumlah negara menghadapi musim dingin.
"Selain itu, penyebaran varian omicron juga meningkatkan risiko kemacetan rantai pasok yang menambah biaya transportasi dan logistik," tulis Katrina.