Bisnis.com, JAKARTA – Sebelum mencicipi penerapan cukai minuman berpemanis yang direncanakan pada tahun ini, industri makanan dan minuman dalam negeri telah lebih dulu dikenai pajak gula dari negara tujuan.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) mencatat setidaknya ada 12 negara yang menerapkan pungutan terkait kandungan gula pada produk mamin.
"Kami melihat banyak negara yang menerapkan cukai atau bea masuk produk-produk berpemanis sehingga order-order dari negara-negara tersebut minta tidak pakai gula sama sekali. Jadi terpaksa kami mengurangi gulanya," kata Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman di Jakarta, Kamis (20/1/2022).
Kebijakan tersebut ditengarai untuk mengurangi prevalensi penyakit tidak menular (PTM). Adapun, negara-negara tersebut antara lain Peru, China, Filipina, Amerika Serikat, Vietnam, Taiwan, India, Thailand, Meksiko, Arab Saudi, Fiji, dan Uni Emirat Arab.
Namun demikian, Adhi mengeklaim berdasarkan penelusurannya, meski dikenakan pajak gula, PTM di negara-negara tersebut justru meningkat.
Sementara itu mengenai rencana penerapan cukai minuman berpemanis di Indonesia, Adhi mengatakan yang harus lebih dulu ditekankan yakni edukasi konsumsi gula yang seimbang dan gaya hidup sehat.
Baca Juga
Pasalnya, bahan pangan olahan hanya berkontribusi satu per tiga dari total konsumsi masyarakat. Selebihnya dikontribusikan oleh pangan segar, pangan rumah tangga, dan siap saji.
"Kami selalu berkata edukasi yang sangat penting, apalagi pangan olahan kontribusinya hanya sepertiga," ujarnya.
Sebelumnya diketahui, produk yang rencananya dikenakan ekstensifikasi cukai antara lain minuman teh dalam kemasan, minuman berkarbonasi atau soda, kopi, minuman berenergi, dan konsentrat.
Besaran cukai minuman berpemanis ditetapkan sebesar Rp1.500 per liter untuk teh dalam kemasan dan Rp2.500 per liter untuk minuman bersoda dan sejenisnya. Berdasarkan hitungan sementara, pemerintah berpotensi mengantongi penerimaan tambahan senilai Rp6,25 triliun per tahun.