Bisnis.com, JAKARTA — Produksi industri kemasan lokal diproyeksikan hanya akan tumbuh 5 persen pada tahun ini, masih di bawah angka pertumbuhan organik 6 persen. Direktur Eksekutif Federasi Kemasan Indonesia Henky Wibawa mengatakan nilai produksi kemasan pada tahun lalu berkisar Rp102 triliun hingga Rp105 triliun.
Dengan proyeksi pertumbuhan 5 persen, nilai produksi berkisar Rp107,1 triliun hingga Rp110,2 triliun. Adapun, realisasi pada tahun lalu diperkirakan tumbuh sekitar 3 persen hingga 4 persen, tertekan pembatasan karena pandemi dan melonjaknya harga bahan baku.
"Tetapi ada pertumbuhan, saya masih secara tradisional memproyeksikan sekitar 5 persen," kata Henky saat berbincang dengan Bisnis, Senin (17/1/2022).
Dari nilai realisasi tahun lalu, 4 persen hingga 5 persen merupakan kemasan fleksibel, 18 persen plastik kaku, 28 persen kemasan kertas dan karton, dan sisanya terdiri atas gelas, metal, dan sebagainya.
Henky menjelaskan, proyeksi pertumbuhan yang di bawah angka organik karena industri masih menghadapi sejumlah kendala, seperti masalah bahan baku yang bertahan dan risiko adanya gelombang pandemi selanjutnya.
Menghadapi situasi tersebut, perusahaan-perusahaan plastik hilir dan kemasan berupaya meneken kontrak dalam jangka waktu lebih panjang dengan produsen biji plastik sehingga harga bahan baku bisa ditekan karena didiskon. Misalnya, kontrak pembelian disepakati untuk satu tahun, tetapi disuplai disuplai setiap bulan.
"Tetapi kan tidak semua sanggup seperti itu. Perusahaan-perusahaan kecil harus pintar-pintar [cari strategi lain," ujarnya.
Adapun, faktor pertumbuhan industri pada tahun ini bukan hanya ekonomi yang berekspansi, tetapi juga sebaran produk ritel yang semakin memperluas jangkauannya di luar Pulau Jawa. Di Kalimantan dan Sulawesi, misalnya, ekonomi dan konsumsi akan terdorong pembangunan kawasan industri dan rencana pemindahan ibu kota.
Henky pun meyakini industri kemasan akan tetap tumbuh seiring kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Hanya saja, pertumbuhan itu seiring dengan pola perubahan gaya hidup dan konsumsi masyarakat yang menuntut industri beradaptasi.
Pada masa pandemi misalnya, didorong tren belanja kebutuhan secara online, produk kemasan untuk layanan pesan antar menjadi tumbuh pesat, meski belum menyaingi segmen kemasan lainnya.
"Saya rasa tetap meningkat, tetapi saya yakin tidak terjadi besar-besaran karena perubahan ini yang harus disikapi masing-masing industri," jelas Henky.