Bisnis.com, JAKARTA — Inisiasi penyelidikan tindakan pengamanan atau safeguard berpotensi kembali bermunculan pada 2022, melanjutkan tren pada 2020 dan 2021. Namun permohonan penyelidikan diperkirakan tak banyak berakhir pada pengenaan bea masuk tindakan pengamanan.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi mengatakan kenaikan impor menjadi hal yang tidak terhindari dalam masa pemulihan ekonomi. Impor Indonesia, terutama untuk bahan baku industri, telah mendapat relaksasi sejak 2020.
"Perekonomian domestik sangat memerlukan input dari impor untuk akselerasi produksi. Relaksasi sendiri sejalan dengan perkembangan PMI," kata Fithra, Minggu (16/1/2022).
Fithra memperkirakan permohonan dari pelaku usaha untuk tindakan pengamanan tetap akan ditampung. Namun dengan mempertimbangkan kebutuhan input produksi industri secara nasional, Indonesia tidak akan terlalu agresif.
"Mungkin 1 atau 2 sektor berkompetisi dengan produk impor, tetapi ini untuk greater good karena secara makro kita membutuhkan input produksi," katanya.
Dia mengatakan pelaku industri akan berupaya mendorong produksi, termasuk dengan menambah input dari impor, seiring dengan naiknya permintaan global. Dia mencatat kenaikan permintaan global pada 2021 belum diikuti dengan akselerasi kenaikan pasokan yang seimbang.
"Saya kira ini kalau dihalangi dengan safeguard justru berdampak negatif ke ekonomi," tambahnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengatakan permohonan pengamanan pasar dalam negeri amat mungkin bermunculan, di tengah upaya pelaku usaha untuk memulihkan penjualan di dalam negeri. Terlebih fenomena naiknya tarif listrik dan harga bahan baku yang makin tinggi bisa menjadi faktor berkurangnya daya saing industri dalam negeri.
"Jika industri belum pulih maksimal, ada peluang untuk kemunculan safeguard," kata dia.
Dia mencatat beberapa industri yang belum pulih secara optimal karena serapan dalam negeri yang masih terbatas mencakup produk tekstil dan elektronik.
Sebelumnya, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan menyebutkan bahwa belum ada sektor usaha yang secara resmi mengajukan penyelidikan tindak pengamanan atas lonjakan impor. Namun terdapat beberapa produk yang berpeluang diselidiki pada 2022.
"Untuk 2022, sampai saat ini belum ada yang secara resmi menyampaikan permohonan penyelidikan safeguard [tindakan pengamanan]. Ada informasi yang masih bersifat informal bahwa ada beberapa produk impor yang berpotensi diajukan permohonan penyelidikan safeguard, antara lain sirup glukosa, terpal plastik, dan evaporator," kata Ketua KPPI Mardjoko.
Adapun dalam pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO mengenai safeguard pada Oktober 2021, Jepang, China, dan Australia menyuarakan kekhawatiran soal banyaknya aksi tindakan pengamanan yang diambil negara aknggota. Mereka menekankan bahwa safeguard dipakai dalam situasi mendesak ketika impor terbukti menyebabkan kerugian serius bagi industri di dalam negeri. Adapun sejak pertemuan Komite Tindak Pengamanan WTO pada April 2021, telah ada 32 tindakan pengamanan yang diambil oleh negara anggota.