Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah menambah alokasi dana subsidi operasi KRL Jabodetabek dibandingkan dengan menaikkan tarif saat ini.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan juga telah melakukan survei terhadap rencana penaikan tarif KRL Jabodetabek. Survei pada konsumen KRL dilakukan pada Oktober 2021, di wilayah Jabodetabek dan Rangkasbitung.
Menurutnya, demi menjaga keberlangsungan pelayanan pada konsumen, maka penambahan biaya operasional bagi KRL mutlak diperlukan. Penambahan dana operasional dimaksud bisa atas penambahan dana PSO, atau kenaikan tarif pada konsumen.
"YLKI lebih memilih penambahan dana PSO," ujarnya, Jumat (14/1/2022).
Adapun, secara rinci, dia menjelaskan temuan survei yang dilakulan kepada 2.000 orang responden dari 20 stasiun di wilayah Jabodetabek dan Rangkasbitung, Banten.
Beberapa temuan inti dlm survei tsb adalah terkait persepsi responden terhadap wacana kenaikan tarif, sebanyak 355 atau sebesar 17,75 persen responden menyatakan "tarif naik wajar".
Sementara itu, sebanyak 175 responden atau sebesar 8,75 persen menyatakan "tarif tetap" alias tidak perlu naik tarif. Dengan kata lain, porsi responden yang setuju kenaikan tarif lebih besar, daripada yang tidak setuju/menolak kenaikan tarif.
Meski demikian, sebanyak 526 responden atau sebesar 26,3 persen menyatakan puas dengan pelayanan sekarang, dan sebaliknya sebanyak 1.065 responden (lebih dari 50 persen) menyatakan agar PT KCI selaku pengelola KRL terus meningkatkan pelayanannya.
Dari aspek ATP (Ability to Pay) diperoleh angka bahwa ATP penumpang untuk jarak 25 km pertama sebesar Rp4.285 (tarif existing Rp3.000). Sedangkan untuk jarak 10 km pertama, ATP penumpang sebesar Rp1.605 (tarif sekarang Rp 2.000). Artinya aspek ATP penumpang untuk jarak 10 km pertama lebih rendah daripada tarif existing.
Sementara itu, dari aspek WTP (Willingness to Pay) diperoleh angka bahwa nilai WTP penumpang untuk 25 Km pertama adalah Rp5.156, sedangkan untuk 10 km pertama nilai WTP-nya sebesar Rp2.177.
Berdasarkan hasil analisis data, kombinasi antara aspek ATP dan WTP, YLKI merekomendasikan rekomendasinya adalah; ada potensi bagi pemerintah untuk menaikkan tarif KRL sebesar Rp5.000 untuk jarak 25 km saja. Sedangkan untuk jarak 10 km pertama tidak perlu dinaikkan, karena nilai ATP-nya lebih rendah dari tarif eksisting.
Selain itu, terkait dampak pandemi Covid-19, juga diperoleh data bahwa dampak terhadap penumpang cukup dalam. Karena, 830 atau lebih dari 40 persen responden mengaku pendapatannya turun, pada kisaran 25 persen, bahkan sampai 100 persen. Sementara itu, ironisnya, sebanyak 414 responden atau lebih dari 25 persen mengalami kenaikan pengeluaran.
"Jika mengacu pada aspek ini, maka sebaiknya pemerintah menambah dana PSO untuk PT KAI, agar tidak terjadi kenaikan tarif KRL," tekannya.