Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 akan lebih kecil dari target Rp868 triliun atau 4,85 persen. Reformasi perpajakan dinilai akan berperan besar dalam menurunkan defisit APBN tahun ini.
"Waktu kita menyusun APBN 2022 di Oktober 2021. Dalam konteks ini, banyak asumsi yang belum dimasukkan [dalam menetapkan defisit]. Ada reformasi perpajakan, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan [UU HPP], defisit akan jauh lebih kecil dari 4,85 persen. Bisa 4,4 persen sampai 4,3 persen atau lebih rendah kalau kita lihat performace memang sesuai yang kita harapkan," jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu pada taklimat media, Rabu (12/1/2022).
Adapun, UU HPP yang disahkan Oktober tahun lalu memuat sejumlah reformasi peraturan dan administrasi perpajakan. Sejumlah ketentuan baru yang diatur dalam UU tersebut seperti kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen pada April 2022, penambahan satu layer tarif PPh orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun, dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Contohnya saja, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu mencatat nilai harta bersih dari seluruh program PPS yang dibuka awal tahun ini sudah mencapai Rp1,39 triliun. Capaian tersebut adalah pada hari ke-11 pelaksanaan program yang juga disebut sebagai tax amnesty jilid II.
"Kita menghadapi tantangan dan krisis. Bukan hanya kita hadapi dengan hati-hati tapi kita juga lakuakn reformasi. Mana ada negara lagi krisis tapi melakukan reformasi perpajakan," ujarnya.
Optimisme Febrio juga berasal dari pencapaian pada APBN 2021 yang mencatat defisit lebih rendah dari yang ditargetkan. Pada APBN 2021, pemerintah membukukan defisit yang lebih rendah dari target yaitu 4,65 persen (dari target 5,7 persen). Kinerja penerimaan negara tahun lalu lebih besar mencapai Rp2.003,1 triliun atau 114,9 persen dari target.
Baca Juga
Kinerja ekonomi di 2022 juga diperkirakan akan ditopang oleh efek harga komoditas unggulan Indonesia yang masih tinggi. Setidaknya, hingga pertengahan tahun.
Febrio menyebut komoditas seperti batubara, nikel, minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), dan karet masih akan mendukung kinerja ekspor Indonesia hingga semester I/2022.
"Kabar baik bahwa harga komoditas unggulan [ekspor] Indonesia. Nikel, CPO [crude palm oil/minyak sawit mentah], karet, batubara, ini produk-produk yang mendapatkan windfall," jelasnya.