Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Faisal Basri Bilang Ekonomi RI Salah Diagnosis

Faisal Basri mengatakan pemerintah merumuskan Undang-undang Cipta Kerja untuk mendongkrak investasi. Padahal, menurutnya, arus modal masuk ke dalam negeri sudah tinggi.
Pakar Ekonomi Faisal Basri memberikan paparan dalam diskusi bertajuk Roadmap Pengembangan Kendaraan Listrik di Indonesia, di kantor pusat PLN, Jakarta, Selasa (10/7/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Pakar Ekonomi Faisal Basri memberikan paparan dalam diskusi bertajuk Roadmap Pengembangan Kendaraan Listrik di Indonesia, di kantor pusat PLN, Jakarta, Selasa (10/7/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri mempersoalkan masalah investasi di Indonesia yang dinilai salah penanganan, mengingat dampaknya yang dihasilkan belum masif.

“Ada sesuatu yang salah di Republik ini. Bukan hanya di era Pak Jokowi [Presiden Joko Widodo]. Pak Jokowi ikut meneruskan atau gagal membalikkan nasib ekonomi karena salah diagnosis. Investasi banyak, tapi hasilnya rendah,” ujar Faisal dalam diskusi bersama Partai Buruh, Kamis (6/1/2022).

Faisal mengatakan pemerintah merumuskan Undang-undang Cipta Kerja untuk mendongkrak investasi. Padahal, menurut dia, arus modal masuk ke dalam negeri sudah tinggi. Pada 2015, investasi di Indonesia mencapai puncaknya, yakni menembus 32,8 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand, Filipina, bahkan India, investasi di tanah Air termasuk yang tertinggi setelah China. Data itu mengutip World Development Indicators yang dibuat oleh Bank Dunia.

Menurut World Investment Report United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) 2021, ranking investasi Indonesia masuk 17 besar di dunia melampaui Prancis, Vietnam, dan Jepang. Indonesia hanya setingkat di bawah Inggris dan dua tingkat di bawah Uni Emirat Arab.

Namun, investasi yang tinggi tidak mampu mendorong ekonomi Indonesia untuk melambung. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus melorot hingga mencapai titik di bawah 5 persen setelah pandemi Covid-19.

Faisal Basri menilai kondisi ini diakibatkan oleh tidak maksimalnya serapan investasi. “Ada salah fokus, high cost economy, (investasi) semua dikasih ke BUMN, tidak ada persaingan, korupsi, dan sebagainya,” ujar Faisal.

Faisal mengatakan pada 2022, Indonesia harus berbenah. Selain mengoptimalkan investasi, negara perlu memperbaiki sektor-sektor utama yang lemah seperti keuangan. Sektor keuangan juga harus dilihat sebagai jantung utama perekonomian Indonesia.

“Industri tidak menggeliat kalau kredit perbankan cuma 38 persen dari PDB. Lihat China dan negara Asia lainnya, [kredit tumbuh] di atas 100 persen,” ujar Faisal Basri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper