Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Manufaktur Bisa Tambal Penurunan Ekspor Batu Bara?

Ekspor hasil produksi industri domestik bisa digenjot, sedangkan harga batu bara di dalam negeri mengikuti patokan domestic market obligation (DMO) senilai US$70 per metrik ton.
Pekerja memindahkan semen untuk diangkut ke kapal di Pelabuhan Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (25/2). /BISNIS.COm
Pekerja memindahkan semen untuk diangkut ke kapal di Pelabuhan Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (25/2). /BISNIS.COm

Bisnis.com, JAKARTA — Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan kepastian pasokan energi untuk industri manufaktur berpeluang mengompensasi kinerja ekspor yang menurun karena larangan pengapalan batu bara.

Peneliti di Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan kebijakan ini sejalan dengan upaya penghiliran bahan mentah yang tengah dijalankan pemerintah. Sebagai bahan baku energi, penggunaannya pada industri manufaktur dapat menghasilkan nilai tambah ekspor.  

"Jadi yang diekspor adalah produk-produk turunan industri yang didalamnya ada input batu bara. Diharapkan bisa mengompenssasi kurangnya ekspor batu bara yang relatif nilai tambahnya lebih rendah daripada [produk] industri. Justru bukan hanya mengkompensasi tetapi bisa melebihi," jelas Heri kepada Bisnis, Selasa (4/1/2022).

Industri yang lahap batu bara seperti semen, sebelumnya dikabarkan menghentikan produksi untuk orientasi ekspor karena kurangnya pasokan batu bara di dalam negeri. Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menyebutkan karena pasokan yang rendah, batu bara diprioritaskan untuk produksi bagi kebutuhan pasar dalam negeri.

Sementara itu, Heri juga menyebutkan, jika kepastian pasokan energi ini berkelanjutan, tekanan pada industri yang terdampak pajak karbon akan berkurang. Hal itu lantaran ekspor bisa digenjot sedangkan harga batu bara di dalam negeri mengikuti patokan domestic market obligation (DMO) senilai US$70 per metrik ton.

Hanya saja, Heri mengingatkan pemerintah untuk menyeimbangkan upaya tersebut dengan kebijakan lain yang berorientasi pada energi hijau. Hal itu sesuai dengan komitmen pemerintah yang telah meratifikasi Perjanjian Paris dan kembali ditegaskan dalam pernyataan Presiden Joko Widodo di KTT Perubahan Iklim di Glasgow tahun lalu.

"Kita harus memperhatikan isu-isu lingkungan apalagi energi ini sangat sensitif dengan isu lingkungan apalagi energi fosil. Harus ada kepastian dari pemerintah sampai kapan PLN mau terus mengembangkan pembangkit berbahan baku batu bara dan kapan akan switch mengembangkan energi lain," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper