Bisnis.com, JAKARTA - Hubungan kerja fungsional penyelenggaraan perizinan berusaha antara daerah dan pusat dinilai berisiko tidak berfungsi dengan baik.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melihat adanya risiko kebingungan birokrasi antara Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dengan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Adapun, fungsi penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko, dalam hal ini melalui Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA), dijalankan oleh pemerintah pusat yaitu Kementerian Investasi/BKPM. Hal ini diatur pada turunan Undang-Undang Cipta Kerja persisnya pasal 1 ayat 22 Peraturan Pemerintah (PP) No.5/2021 dan pasal 1 PP No. 64/2021. Keduanya merupakan turunan UU Cipta Kerja.
Di sisi lain, DPMPTSP yang memiliki status sebagai dinas di daerah namun bukan kantor wilayah Kementerian Investasi/BKPM, dinilai menciptakan kebingungan birokrasi.
"Jadi secara struktur [DPMPTSP] di luar BKPM, dalam hal ini di pemerintah daerah. Tapi, secara fungsi [DPMPTSP] ada di Kementerian Investasi/BKPM," jelas Peneliti Center of Industry, Trade, Investment Indef Ariyo Irhamna di webinar, Senin (20/12/2021).
Adanya ketidakjelasan dan risiko disfungsi hubungan kerja ini, tambah Ariyo, menciptakan adanya ego kementerian dan budaya birokrasi yang membuat integrasi perizina berusaha terhambat. Pada akhirnya, perizinan berusaha berpotensi membutuhkan waktu yang lebih lama. Ironisnya, hal tersebut merupakan tujuan utama dari adanya UU Cipta Kerja untuk memangkas birokrasi dan menciptakan kemudahan berusaha.
Baca Juga
Jika dilihat dari aturan turunan UU Cipta Kerja lainnya terkait dengan penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah, terdapat lima peran penyelenggaran perizinan berusaha di daerah. Peran tersebut diberikan kepada Kementerian Investasi/BKPM.
Lima peran tersebut meliputi pendampingan perizinan pelaksanaan perizinan berusaha, verifikasi usulan perizinan berusaha, pengembangan kompetensi sumber daya manusia, pengadaan perangkat komputer untuk menudkung pelaksanaan sistem OSS dan penanganan pengaduan layanan perizinan berusaha di daerah.
Adanya ketidakjelasan ini jelas Ariyo, membuat sistem perizinan OSS RBA tidak berjalan optimal.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia pun mengakui bahwa di sisi pelaksanaan, OSS RBA juga belum berjalan secara sempurna. Dia mengungkap saat ini masih ada beberapa kementerian/lembaga yang belum mau memasang OSS-RBA.
Pelaksanaan OSS-RBA di daerah pun masih kerap bermasalah. Kajian terbaru dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) tahun ini menemukan bahwa pengetahuan terkait dengan OSS-RBA oleh pengusaha di daerah masih sangat terbatas. Para pengusaha yang menjadi responden dalam studi juga mengaku pendampingan dalam penggunaan OSS-RBA masih minim.
"Kemarin saya katakan di peluncuran [OSS-RBA] sudah 80 persen [optimalisasinya], sekarang baru 90 persen," tuturnya.