Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Upaya Menuju Industri Hijau Terganjal Aturan Tumpang Tindih?

Kementerian Perindustrian mengeluarkan standar industri hijau (SIH), sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup, atau disebut Proper.
Pekerja mengemas biji plastik usai dijemur di salah satu industri pengolahan limbah plastik di Jakarta. /Bisnis-Arief Hermawan P
Pekerja mengemas biji plastik usai dijemur di salah satu industri pengolahan limbah plastik di Jakarta. /Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mencatat adanya tumpang tindih standar dalam upaya pemerintah mendorong ekonomi sirkular dan industri hijau.

Kementerian Perindustrian mengeluarkan standar industri hijau (SIH), sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup, atau disebut Proper.

Sekjen Inaplas Fajar Budiono mengatakan kedua standar tersebut secara umum memiliki parameter yang hampir sama, sehingga seharusnya bisa dikolaborasikan untuk mengefisienkan proses audit kepada industri.

"Jangan kami harus memenuhi dua-duanya. Perusahan, manakala sudah menerapkan Proper, ya sudah. Yang sudah menerapkan industri hijau, ya sudah, tetapi insentifnya sama," kata Fajar saat dihubungi Bisnis, Rabu (22/12/2021).

Sebelumnya diketahui, SIH tertuang dalam Permenperin No. 50/2020, sedangkan Proper diatur dalam Permen LHK No. 1/2021.

Menurut Fajar, yang saat ini perlu diperkuat adalah ekosistem ekonomi sirkular dan perluasan bisnis modelnya. Implementasi ekonomi sirkular menjadi tidak sederhana karena keragaman produk yang digunakan konsumen.

Selain itu, karakteristik sampah di masing-masing kota di Indonesia juga berbeda sehingga menuntut manajemen pengelolaan yang tidak sama pula.

"Bisnis modelnya harus diperbanyak, tidak hanya terpaku pada satu bisnis model saja. Karena Indonesia ini luas, produknya banyak, post-consumer-nya juga berbeda-beda," jelasnya.

Fajar menyarankan pemerintah menaikkan parameter penggunaan bahan daur ulang dalam kemasan plastik. Selain untuk memperluas dampak lingkungan, juga agar nilai keekonomian pengolahan bahan daur ulang tercapai.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper