Bisnis.com, JAKARTA – Produsen serat dan benang menyatakan minat untuk menjajal skema imbal dagang dalam perdagangan produk tersebut. Imbal dagang dinilai sebagai alternatif untuk penetrasi pasar di tengah hambatan dagang yang diterapkan di negara tujuan.
Produk serat seperti staple fibers of viscose rayon dan benang tunggal atau single yarn menjadi segelintir produk tekstil yang ditawarkan Indonesia dalam kesepakatan imbal dagang dengan Turki, salah satu mitra dagang utama RI.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mengatakan Turki merupakan salah satu tujuan ekspor penting bagi produk serat dan benang sintetis.
“Memang Turki adalah pasar yang penting bagi serat dan benang sintetis kita. Kalau memang skema imbal dagang dimungkinkan, kami sangat beminat menjajakinya,” kata Redma, Kamis (16/12/2021).
Redma mengatakan Turki menjadi pangsa untuk 10 persen ekspor serat dan benang filament. Imbal dagang menjadi alternatif mengingat beberapa produk serat RI diganjar bea masuk antidumping (BMAD) di negara tersebut.
“Kalau pakai skema biasa ekspor terhambat pengenaan BMAD,” katanya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor filamen buatan dalam kode HS 54 ke Turki mencapai US$95,94 juta pada 2019, lalu turun menjadi US$41,59 juta pada 2020. Adapun sampai Oktober 2021, ekspor filamen buatan ke Turki bernilai US$25,40 juta.
Ekspor untuk serat stapel dalam kode HS 55 juga memperlihatkan fluktuasi. Ekspor pernah menyentuh US$365,62 juta pada 2019 dan kemudian turun pada 2020 menjadi 169,60 juta. Tetapi, ekspor kembali naik menjadi US$227,35 juta per Oktober 2021.