Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi menilai positif langkah pemerintah yang melibatkan swasta untuk pengadaan vaksin booster tahun depan. Ketua Komite Pengembangan Perdagangan dan Industri Bahan Baku GP Farmasi Vincent Harijanto mengatakan kebijakan itu sudah lama menjadi usulan dari pelaku usaha di industri farmasi.
Langkah itu terungkap saat Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menghadiri rapat kerja ihwal pelaksanaan program vaksinasi booster tahun 2022 bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (14/12/2021). Rapat Kerja itu turut dihadiri Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), Direktur Utama PT. Biofarma dan Pengurus Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
“Kami dari asosiasi mengeluarkan usulan bagaimana supaya tidak hanya BUMN saja baik itu sejak impor vaksin zaman dulu apakah itu vaksin meningitis atau yang lainnya,” kata Vincent melalui sambungan telepon, Selasa (14/12/2021).
Vincent mengatakan kebijakan pemerintah untuk melibatkan swasta itu menjadi angin segar bagi industri. Alasannya, kebijakan itu memberi akses bagi perusahaan swasta untuk ikut berpartisipasi dalam program vaksin booster bagi masyarakat tahun depan.
“Kalau kita diikutsertakan, kami bersedia untuk berpartisipasi karena menurut saya ini angin segar kalau pak Menkes mengikutsertakan swasta. Caranya nanti bisa diatur,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberi wewenang kepada perusahaan farmasi swasta untuk mengimpor vaksin booster menyusul rencana pemberian vaksin dosis ketiga kepada masyarakat tahun depan. Rencananya program vaksin booster itu bakal dimulai pada Januari 2021.
Baca Juga
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan kebutuhan vaksin booster itu mencapai 231,4 juta dosis yang akan disuntikan kepada 208,3 juta jiwa. Budi mengatakan pemerintah hanya akan menanggung pengadaan vaksin sebanyak 92,4 juta dosis lewat alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
Pengadaan dosis vaksin lewat APBN itu diberikan kepada kelompok masyarakat lanjut usia atau Lansia sebesar 21,5 juta jiwa dan penerima bantuan iuran atau PBI non Lansia yang mencapai 61,6 juta jiwa.
“Untuk vaksinasi Lansia dan PBI non Lansia itu akan ditanggung oleh negara, sedangkan yang mandiri dan non lansia kita akan buka agar perusahaan-perusahaan farmasi bisa mengimpor vaksinnya dan langsung dijual ke masyarakat,” kata Budi saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR, Selasa (14/12/2021).
Ihwal pelibatan perusahaan swasta itu, Budi berharap, langkah itu dapat memberi keseimbangan suplai dan harga di pasar nantinya. Di sisi lain, masyarakat dinilai dapat memperoleh sejumlah jenis vaksin yang bervariasi.
Kendati demikian, dia memastikan, seluruh vaksin yang bakal digunakan untuk program booster itu mesti mendapat persetujuan dari Badan Kesehatan Dunia atau WHO dan izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Setelah mendapat persetujuan dan izin dari WHO dan BPOM, vaksin booster itu mesti memperoleh rekomendasi penggunaan dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
“Proses perizinan di WHO, BPOM dan ITAGI masih bergerak karena penelitian mengenai booster ini masih berjalan tetapi kalau ada vaksin-vaksin yang ingin masuk sebagai booster mereka harus uji klinis dan mendapatkan persetujuan,” tuturnya.
Adapun harga eceran tertinggi atau HET ihwal vaksin booster itu bakal diatur lewat Peraturan Menteri Kesehatan atau Permenkes yang masih disiapkan menyusul izin impor bagi perusahan farmasi swasta tersebut.