Bisnis.com, JAKARTA – Pembangunan pabrik Chandra Asri Perkasa 2 oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. memasuki tahap ketiga, yakni front-end engineering design (FEED).
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam usai kunjungan ke pabrik Chandra Asri mengatakan bahwa FEED merupakan tahapan kunci untuk perencanaan rinci proyek CAP 2.
Tahapan itu akan diikuti dengan proses seleksi kontraktor teknis, pengadaan, dan konstruksi (engineering, procurement, and construction/EPC).
Final investment decision (FID) akan dilakukan oleh para pemegang saham setelah seleksi EPC selesai. PT CAP menargetkan untuk melaksanakan FID pada 2022 dan operasional CAP 2 akan dimulai pada 2026 dengan nilai investasi mencapai US$5 miliar.
Sebelumnya pada November 2021, PT CAP telah menunjuk empat kontraktor, yaitu Toyo Engineering Corporation, Samsung Engineering Co. Ltd., Wood, dan PT Haskoning Indonesia untuk mengerjakan FEED bagi kompleks CAP 2. Kerja sama tersebut melibatkan empat kontraktor dari Indonesia, Jepang, Korea Selatan, dan Thailand.
“Melalui anak perusahaan PT CAP, yaitu PT Chandra Asri Perkasa, pembangunan kompleks CAP 2 nantinya akan menambah kapasitas total produksi dari 4,2 juta ton menjadi lebih dari 8 juta ton per tahun,” kata Khayam, dalam keterangannya, Senin (13/12/2021).
Baca Juga
Kompleks tersebut nantinya akan terintegrasi sepenuhnya dengan pabrik sebelumnya yang telah ada di Cilegon, dan akan terdiri dari naphtha cracker, butadiene, high density polyethylene (HDPE), polypropylene (PP), aromatic (benzene, toluene, dan mixed xylenes), serta low density polyethylene (LDPE) yang juga akan menjadi pabrik LDPE pertama di Indonesia.
Dia menyampaikan, PT CAP yang berdiri sejak 1992 memproduksi berbagai produk olefin (ethylene dan propylene), pygas dan polyolefin (polyethylene dan polypropylene).
Kapasitas produksi ethylene sebesar 900.000 ton per tahun, propylene sebesar 490.000 ton per tahun, polyethylene 736.000 ton per tahun, dan polypropylene 590.000 ton per tahun.
Pembangunan kompleks pabrik itu ditargetkan dapat memenuhi 70 persen kebutuhan produk petrokimia dalam negeri. Adapun, saat ini Indonesia masih mengimpor 60 persen kebutuhan produk petrokimia.
Sementara itu, volume impor bahan kimia pada 2020 telah mengalami penurunan dari 2019, yaitu menjadi 25,1 juta ton dari 26 juta ton. Nilai impor bahan kimia juga menurun, dari US$18,9 miliar pada 2019 menjadi US$15,9 miliar pada 2020.
“Sedangkan impor petrokimia juga menunjukkan penurunan, dari 7,99 juta ton [US$9,24 miliar] pada 2019, menjadi 7,33 juta ton [US$7,14 Miliar] untuk sepanjang 2020,” kata Khayam.
Sebelumnya, Sekjen Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan bahwa nilai investasi di industri plastik hulu dapat mencapai US$300 miliar sampai 2026.
Adapun, di industri plastik hilir nilai investasinya diperkirakan akan mencapai US$500 juta, atau sekitar Rp71,17 triliun pada tahun depan.
Investasi itu akan mengalir ke penggantian mesin untuk menyesuaikan fluktuasi harga komoditas yang ikut mengerek harga bahan baku.