Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apdamindo Tegaskan Posisinya untuk Pelabelan Risiko BPA

BPA adalah bahan baku utama polikarbonat, jenis plastik kemasan galon isi ulang yang mudah dibentuk, tahan panas dan awet.
Bisnis depo air atau air isi ulang masih menggiurkan di tengah pandemi virus corona (Covid-19)./istimewa
Bisnis depo air atau air isi ulang masih menggiurkan di tengah pandemi virus corona (Covid-19)./istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (Apdamindo) menegaskan sikapnya terkait pelabelan risiko BPA yang digulirkan BPOM.

Budi Dharmawan, Ketua Apdamino mengatakan sebagai organisasi induk yang mewakili kepentingan 60.000 unit depot air minum, Apdamindo berada pada pihak netral dalam konteks rencana pemerintah mewajibkan label risiko BPA pada semua air minum kemasan bermerek.

"Apdamindo adalah pihak netral sehubungan rencana pemerintah mewajibkan label risiko BPA pada semua air minum kemasan bermerek," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (8/12/2021).

Budi menegaskan hal itu menjawab sejumlah tudingan seolah-olah asosiasi mengekor langkah lobi industri galon isi ulang dalam menolak rencana pelabelan risiko BPA yang digulirkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Dia menuturkan jika harus memilih, asosiasi mendukung rencana kebijakan pelabelan risiko BPA sepanjang dalam kerangka perlindungan kesehatan konsumen. BPOM, katanya, punya orang-orang yang ahli di bidangnya dan tidak sembarangan dalam memutuskan sesuatu.

Pencatutan nama dan organisasi Apdamindo terjadi setelah asosiasi menolak dikait kaitkan dalam perseteruan antara lobi industri galon isi ulang dan BPOM terkait rancangan kebijakan pelabelan risiko BPA pada galon isi ulang.

"Kami hanya penonton dalam perseteruan ini," tambahnya.

Budi menegaskan bisnis inti depot air isi ulang adalah penjualan air bersih ke konsumen dan bukan soal wadah penampungan air.

"Bagi kami, andai konsumen datang untuk isi ulang ke depot dengan membawa ember tetap akan kami layani," katanya.

Seperti diketahui, BPA adalah bahan baku utama polikarbonat, jenis plastik kemasan galon isi ulang yang mudah dibentuk, tahan panas dan awet.

Riset di sejumlah negara menunjukkan BPA dapat bermigrasi pada air dalam kemasan plastik dan, pada level tertentu, dapat memicu risiko kesehatan yang serius.

Atas dasar itu, banyak negara sejak jauh-jauh hari telah mengadopsi batas migrasi BPA yang dianggap aman.

Di Indonesia, BPOM mematok batas migrasi maksimal BPA 0,6 bagian per juta (mg/kg) dan secara rutin mengecek kepatuhan industri atas pemenuhan ambang itu demi menjaga keamanan dan mutu produk konsumsi masyarakat.

Budi menjelaskan penolakan yang membawa-bawa industri depot isi ulang itu tidak tepat. Pasalnya, tidak pernah ada penelitian bersama terkait dampak pelabelan risiko BPA pada industri air minum secara keseluruhan.

Pada Oktober, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, menyampaikan perkembangan rancangan kebijakan (policy brief) penyelarasan label air minum kemasan.

Menurut Rita, arah dari policy brief yang telah digulirkan sejak awal 2021 itu adalah kewajiban pencantuman label risiko BPA pada semua produk air minum dalam kemasan.

"Redaksinya nanti bisa berupa kalimat 'mungkin/dapat mengandung BPA' untuk galon yang menggunakan plastik polikarbonat," katanya.

Dalam kaitan dengan itu, BPOM bakal mempersilahkan industri air minum yang kemasannya terbuat dari plastik jenis Polyethylene terephthalate (PET), jenis plastik kualitas tinggi dan bebas BPA, mencantumkan keterangan "Bebas BPA" pada label kemasan.

BPOM juga bakal memberi masa tenggang 3 tahun bagi industri AMDK untuk mengadopsi penuh kebijakan pelabelan risiko BPA.

Budi berpendapat polemik rencana pelabelan risiko BPA muncul karena sengitnya pertarungan memperebutkan pasar air minum bermerek.

Menurutnya, industri besar air minum kemasan dan depot kecil air minum kemasan punya pangsa pasar masing-masing. Pangsa pasar industri air minum kemasan adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas dengan volume penjualan 35 miliar liter per tahun.

Pasar itu berbeda dengan pangsa pasar depot air minum kemasan yaitu kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah dengan volume penjualan 30 miliar liter per tahun.

“Masing-masing industri punya pasar tersendiri. Kelompok ekonomi menengah atas mungkin tidak mempergunakan layanan depot air minum kemasan. Demikian pula sebaliknya,” katanya.

Budi melanjutkan asosiasi terus berupaya meningkatkan kualitas dengan memperkenalkan aplikasi digital pemantauan kualitas dan layanan depot air.

“Dengan aplikasi seperti itu, konsumen bisa membantu pengusaha depot meningkatkan layanan,” katanya.

Budi menjelaskan, dengan bantuan aplikasi, konsumen aktif menilai kepatuhan depot air pada prasyarat kebersihan dan kualitas air.

"Depot yang kualitasnya jelek bakal dapat penilaian bintang 1, sebaliknya bila pelayanan dan kualitas produknya bagus bisa memperoleh penilaian bintang 5,” katanya.

Adapun, data Kementerian Kesehatan mencatat total depot pengisian ulang air minum di Indonesia mencapai 60.000 unit. Sebanyak 2.000 perusahaan di antaranya adalah anggota resmi Apdamindo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Thomas Mola
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper