Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan tambang mengoptimalkan potensi batu bara yang ada seiring dengan langkah dunia melakukan transisi energi menggunakan energi baru terbarukan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengatakan upaya ini terus dilakukan sekaligus memanfaatkan kenaikan harga batu bara di pasar global.
“Perusahaan batu bara saat ini terus memaksimalkan potensi yang ada, karena harga tidak selamanya naik, tidak selamanya bagus terus,” katanya kepada Bisnis, Kamis (2/12/2021).
Secara umum, tidak ada antisipasi apapun yang dilakukan oleh perusahaan tambang seiring potensi penurunan permintaan batu bara di masa depan. Pasalnya, antar pertambangan memiliki cadangan berbeda dan memiliki durasi izin yang beragam.
PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) kata dia memiliki cadangan terbesar dari seluruh pemilik izin usaha, sedangkan perusahaan lainnya memiliki cadangan yang lebih sedikit.
“Yang kecil-kecil belum tentu [memiliki cadangan banyak]. Mungkin cuma lima tahun sampai 2025, 2030. Jadi mereka tidak melihat [penurunan permintaan ke depan]. Yang penting memaksimalkan yang sekarang,” ujarnya.
Di sisi lain, APBI memproyeksikan bahwa permintaan batu bara akan terus mengalami peningkatan termasuk pada 2022. Secara lebih luas, Hendra menyebut komoditas ini masih dibutuhkan paling tidak dalam 3–4 dekade mendatang.
China sebagai importir terbesar batu bara dari Indonesia telah mendeklarasikan diri untuk mencapai net zero emission (NZE) atau netral karbon pada 2060. Sedangkan India masih lebih lama sekitar 2070.
“Jadi rasanya kalau melihat kebijakan mereka kita masih punya kesempatan 3–4 dekade ke depan,” katanya.