Bisnis.com, JAKARTA - Perekonomian China menghadapi risiko beruntun menyambut 2022. Pasalnya, sektor properti masih suram dan kemunculan varian baru yang mungkin mengganggu pemulihan global.
Dilansir Bloomberg pada Selasa (30/11/2021), ekonom China memperkirakan akan adanya stimulus fiskal dan moneter dari otoritas pada tahun depan.
Bank Rakyat China (PBOC) pada pekan lalu telah menunjukkan mengisyaratkan bias pelonggaran pada pekan lalu. Sementara itu, kabinet China mendesak pemerintah daerah untuk mempercepat pengeluaran.
Ekonom JPMorgan Chase & Co., Haibin Zhu memproyeksi pertumbuhan PDB China mencapai 4,7 persen dari target pemerintah berkisar 5,5 - 6 persen pada tahun depan.
Menurutnya, pasar perumahan akan mengalami normalisasi pada pinjaman perumahan dan pendanaan kepada pengembang properti. "Meskipun tidak akan ada pencabutan larangan [tiga] garis merah," katanya.
Kebijakan fiskal akan terus menjadi penghambat pertumbuhan, meskipun lebih kecil, sekitar 0,5 persen dari PDB pada 2022 dibandingkan 3,6 persen pada tahun ini.
Baca Juga
Adapun, ekonom UBS Global Wealth Management Hu Yifan menilai pertumbuhan ekonomi akan melambat sekitar 5,4 persen pada 2022 dengan kontribusi yang lemah dari ekspor dan konsumsi. Namun, akan ada pertumbuhan dari investasi.
Hu memperkirakan PBOC nakal memangkas rasio cadangan wajib (RRR) untuk bank sebelum Tahun Baru Imlek pada awal Februari karena pejabat tinggi termasuk Perdana Menteri Li Keqiang menekankan tantangan ekonomi baru-baru ini, menurut Hu.
Sementara itu, ekonom Citigroup Yu Xiangrong menilai krisis di sektor properti bakal menjadi kekhawatiran terbesar, ditambah investasi aset tetap real estat stagnan.
"Itu akan memangkas tingkat pertumbuhan PDB tahun depan menjadi 4,7 persen," katanya dalam sebuah catatan.
Terkait dengan RRR, Citigroup memprediksi pemangkasan 50 basis poin dan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada tahun depan.