Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenperin Protes Kenaikan Tarif Dasar Listrik

Sebelumnya, rencana kebaikan tarif dasar listrik muncul seiring wacana pemangkasan subsidi listrik untuk PT PLN (Persero) sekitar 8,13 persen, dari Rp61,53 triliun menjadi Rp56,5 triliun pada 2022.
Seorang pekerja melakukan proses produksi minuman kemasan Nu Green Tea Royal Jasmine di pabrik PT ABC President Indonesia, Karawang, Jawa Barat, Rabu (16/4/2014). /Antara Foto-Wahyu Putro A.
Seorang pekerja melakukan proses produksi minuman kemasan Nu Green Tea Royal Jasmine di pabrik PT ABC President Indonesia, Karawang, Jawa Barat, Rabu (16/4/2014). /Antara Foto-Wahyu Putro A.

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian menilai kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang direncanakan berlaku pada tahun depan dinilai terburu-buru. Dampaknya, pemangku kepentingan terkait kurang leluasa menyiapkan program insentif bagi industri yang terdampak kenaikan TDL.

Direktur Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh mengatakan kenaikan TDL yang tiba-tiba menyebabkan keterlambatan upaya antisipasi untuk menanggulangi dampak dari kebijakan tersebut.  

"Kenaikan TDL seharusnya terencana sehingga kami dapat melakukan program-program antisipasinya misalnya program insentif bagi industri yang mengganti teknologinya ke teknologi hemat energi," kata Elis kepada Bisnis, Senin (29/11/2021).

Elis melanjutkan saat ini Kemenperin belum menyusun program atau insentif bagi industri tekstil untuk mempertahankan daya saingnya. Upaya lebih lanjut akan dirundingkan lebih dulu dengan pelaku industri.

"[Terkait program antisipasi] Kami akan diskusikan dengan asosiasi," ujarnya.

Sebelumnya, rencana kebaikan TDL muncul seiring wacana pemangkasan subsidi listrik untuk PT PLN (Persero) sekitar 8,13 persen, dari Rp61,53 triliun menjadi Rp56,5 triliun pada 2022.

Penurunan subsidi listrik berpotensi menyebabkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik yang ditanggung PLN menjadi lebih besar. Dampaknya, kenaikan TDL tak dapat dihindari untuk menutup penurunan subsidi dari pemerintah.

Selain itu, kenaikan TDL juga dibayang-bayangi rencana penerapan pajak karbon pada 2022. Pajak emisi yang ditetapkan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yaitu sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).

Elis menilai kenaikan TDL akan berdampak ke industri tekstil di semua lini, mengingat ongkos energi berkontribusi sebesar 10 persen hingga 25 persen dari biaya produksi. Tak dapat dihindari, kenaikan harga pokok produksi (HPP) akan dibebankan kepada konsumen, sehingga menurunkan daya saing produk lokal.

"Ini akan menurunkan daya saing produk TPT dari produk impor di dalam negeri, sementara kami mempunyai program substitusi impor," kata Elis. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper