Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah sektor usaha yang cukup terdampak akibat PPKM Darurat dan level 3-4 pada pertengahan tahun ini dinilai masih membutuhkan insentif ke depannya.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menuturkan sektor yang mengalami perlambatan pada periode tersebut antara lain transportasi dan pergudangan, akomodasi dan restoran, jasa perusahaan, pendidikan dan jasa lainnya. Kondisi ini tercermin pada data pertumbuhan ekonomi di kuartal III/2021.
"Mengacu pada data pertumbuhan kuartal III/2021, perlambatan ini memang tidak terlepas dari dampak penerapan PPKM Darurat pada Juli hingga pertengahan Agustus. Dengan demikian, sektor-sektor ini kemungkinan besar masih membutuhkan insentif ke depannya," terang Josua kepada Bisnis, Kamis (25/11/2021).
Di sisi lain, beberapa sektor lainnya sudah tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, meskipun kinerjanya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum pandemi atau 2019.
Sektor-sektor tersebut antara lain yaitu industri manufaktur dan konstruksi. Oleh sebab itu, Josua mengingatkan agar insentif dari kedua sektor itu disesuaikan secara perlahan, tidak secara drastis.
"Kami menilai insentif pada kedua sektor tersebut sebaiknya disesuaikan secara perlahan pada 2022, tidak langsung drastis meniadakan insentif untuk sektor tersebut," pungkasnya.
Baca Juga
Pemerintah sebelumnya menyebut tengah mengkaji skema pemberian insentif pajak pada 2022, sejalan dengan semakin pulihnya ekonomi terutama di sejumlah sektor.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara sempat menyatakan bahwa pemberian setiap insentif pajak akan juga memperhatikan perkembangan masing-masing sektor usaha. Di sisi lain, beberapa insentif seperti untuk pembelian mobil dan properti sudah memiliki jangka waktu tertentu.
Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet, rencana itu masih dikaji dengan dengan hati-hati. Namun di sisi lain, Yusuf mewajarkan rencana tersebut karena dua alasan, yakni pemulihan ekonomi sejalan dengan penanganan Covid-19, dan upaya untuk menurunkan defisit anggaran kembali ke 3 persen di 2023.
Akan tetapi, Yusuf melihat masih banyak indikator lain yang menunjukkan bhawa pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil langkah tersebut. Salah satu alasannya adalah angka pengangguran yang masih tinggi.