Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Dewan Eksekutif Bank Sentral Eropa (ECB) Isabel Schnabel memperingatkan adanya ancaman inflasi yang meningkat, tetapi tidak khawatir dengan dampak gelombang baru Covid-19.
Dilansir Bloomberg pada Selasa (23/11/2021), dalam sebuah wawancara di Frankfurt pada Senin, Schnabel menyarankan bahwa kontingensi darurat masih akan diperlukan bahkan ketika fokus masa depan kebijakan moneter mungkin bergeser dari aset pembelian.
"Masuk akal untuk mengasumsikan bahwa inflasi akan turun di bawah target kami sebesar 2 persen dalam jangka menengah. Namun, risiko inflasi condong ke atas,” kata Schnabel.
Pernyataannya ini mengikuti kekhawatiran investor global terkait inflasi dengan kenaikan harga yang diperkirakan melonjak mendekati 6 persen di Jerman.
Sementara itu, pandemi yang memburuk di sana telah mendorong Kanselir Angela Merkel untuk menerapkan pembatasan aktivitas yang lebih ketat.
"Belum lama ini, kita melihat kenaikan persebaran Covid-19 dan tindakan pencegahan di beberapa bagian kawasan euro. Ini kemungkinan akan memiliki efek moderasi pada aktivitas dalam jangka pendek, khususnya di sektor layanan yang memiliki kontak intensif," ujarnya.
Baca Juga
Dengan kondisi ketidakpastian, regulator moneter perlu mencari ruang untuk menghadapi risiko inflasi menjelang pertemuan pada 16 Desember.
Pertemuan penting itu akan menentukan masa depan stimulus ECB setelah keputusan pembelian obligasi darurat berakhir pada Maret.
Lonjakan harga konsumen saat ini utamanya disumbang akibat kenaikan biaya energi dan gangguan pasokan global. Masih ada perbedaan pendapat apakah kondisi ini akan berlangsung lama atau tidak dan bagaimana dampaknya terhadap program pembelian aset krisis 1,85 triliun euro (US$2,1 triliun) atau disebut PEPP.
“Pada saat ketidakpastian sangat tinggi, sangat penting untuk menyiapkan beberapa opsi. Saya tentu tidak akan melakukan pra-komitmen dalam jangka waktu yang terlalu lama. Itu akan menjadi kesalahan," kata Schnabel.