Bisnis.com, JAKARTA – PT Angkasa Pura I (Persero) atau AP I telah menjadwalkan ulang jatuh tempo pembayaran utang operasi PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) senilai Rp290 miliar.
Direktur Utama AP I Faik Fahmi mengatakan bahwa pihaknya telah membantu semaksimal mungkin agar maskapai pelat merah tersebut bisa bertahan dan memulihkan diri dari kesulitan yang dihadapi.
Perseroan bersama dengan emiten berkode saham GIAA tersebut juga telah sepakat untuk melakukan perpanjangan periode pembayaran utang operasional.
Faik menyebut, nilai outstanding utang Garuda tersebut sekitar Rp290 miliar. Nominal tersebut, kata Faik, tidak terlalu besar apabila dibandingkan dengan utang Garuda kepada PT Angkasa Pura II (AP II).
“Iya kami melakukan perpanjangan masa pembayaran, tapi memang jumlahnya tidak terlalu besar. Utang ke kami kan utang operasional Rp290 miliar. Kami sepakati,” ujarnya kepada wartawan dikutip, Minggu (21/11/2021).
Hingga saat ini, lanjutnya, proses restrukturisasi utang tersebut juga masih berjalan.
Baca Juga
“Utang Garuda itu kan berjalan. Mereka beroperasi selalu, ada aktivitas, jadi tiap hari berubah. Saat ini, yang masih belum terselesaikan adalah yang Rp290 miliar. Ada jadwal proses pembayaran,” imbuhnya.
Sebelumnya, maskapai dengan jenis layanan penuh tersebut melaporkan telah mencapai sejumlah kesepakatan restrukturisasi utang dengan 11 krediturnya. Hasil kesepakatan itu pun disampaikan manajemen kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dari Keterbukaan Informasi BEI, manajemen Garuda Indonesia tidak memerinci lebih jauh kreditur mana saja yang telah menyetujui proposal restrukturisasi yang diajukan emiten dengan kode saham GIAA itu. Saat ini, GIAA tercatat memiliki kreditur lokal dan global.
Setidaknya ada 11 kreditur lokal yang berasal dari sektor perbankan, pengelola bandara, hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Adapun, hasil negosiasi dan kesepakatan Garuda Indonesia dengan para kreditur, di antaranya penangguhan pokok dan bunga oleh kreditur perbankan, restrukturisasi utang tertunggak selama 2020 yang dibayarkan dengan cicilan balloon payment sampai dengan 2023 oleh kreditur bisnis.
Terkait dengan KIK EBA, telah dilakukan penangguhan sebagian kewajiban pembagian pendapatan penjualan tiket ke-36 sampai dengan 3 Desember 2021, atau tanggal yang disesuaikan kemudian dengan manajer investasi.
Perusahaan juga sebelumnya telah melakukan perpanjangan masa jatuh tempo sukuk hingga 2023 mendatang dari waktu jatuh tempo yang semula pada 3 Juni 2020.
Adapun pada tahun ini, perusahaan juga melakukan penangguhan pembayaran jumlah pembagian berkala (kupon sukuk). Bahkan, perusahaan juga tengah melakukan negosiasi lebih lanjut dengan para pemegang sukuk sebagai bagian dari upaya restrukturisasi.
Terkait EDC, telah dilakukan penangguhan pokok dan bunga periode Juni 2020 sampai dengan waktu yang akan disepakati. Bersamaan dengan persetujuan rencana restrukturisasi, perseroan terus melakukan komunikasi intensif serta negosiasi kepada kreditur dan lessor.
Khusus untuk lessor, negosiasi dilakukan guna mencapai kesepakatan mengenai restrukturisasi biaya sewa dengan skema PBH, seperti yang telah didiskusikan manajemen sebelumnya.
Dengan para kreditur lainnya, perseroan saat ini dalam proses pemaparan initial proposal restrukturisasi secara bertahap dan berdiskusi lebih lanjut guna memperoleh kesepakatan.