Bisnis.com, JAKARTA - PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) menyampaikan ada tiga bagian penting dalam proposal restrukturisasi utang yang telah diajukan kepada lessor perusahaan sewa pesawat.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan poin pertama adalah soal haircut atau pemotongan utang yang meskipun dilalukan tapi bisa tidak diterima.
Kedua, selama satu dua tahun masa recovery pandemi atau tingkat pergerakan belum normal perseroan hanya membayar pungutan biaya hak penggunaan (BPH) dari lessor dengan nilai minimum yang rendah.
Ketiga, apabila pandemi selesai dalam dua tahun, pihaknya akan membayar BPH sesuai dengan harga pasar.
"Ini tiga poinnya, kalau tidak menerima silakan. Kami sudah mengajukan proposal secara verbal dan berbicara dengan advisor dan lessor. Selanjutnya secara formal kami sampaikan ini rencana bisnis dengan jumlah pesawat lebih kecil tapi memberikan jaminan kepada lessor Garuda menjadi perusahaan yang menguntungkan," ujarnya saat rapat bersama dengan Komisi VI DPR/RI, Selasa (9/11/2021).
Irfan menegaskan bahwa Garuda mampu melakukannya untuk menjadi perusahaan yang berpengalaman dan menguntungkan. Selama ini, lanjutnya, maskapai dengan jenis layanan minimum tersebut hanya berlebihan untuk terbang ke rute yang nggak tidak jelas keuntungannya.
Baca Juga
Oleh karena itu, Irfan kembali menegaskan telah menutup Amsterdam, London, dan Nagoya. Sementara untuk rute ke China, Jepang, dan Australia masih menguntungkan karena diisi oleh kargo. Rute-rute tersebut telah diterbangkan selama sekalibdalam sepekan.
Saat ini, Irfan menjelaskan perseroan memiliki sebanyak 800 kreditur yang tengah dinegosiasikan. Pihaknya pun lebih memilih penyelesaian lewat in court atau jalur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
"Dari 800 kreditur yang akan kita hadapi, yang paling sulit adalah lessor. Proses lessor ini adalah membeli pesawat, ada sale and leaseback, kita beli pesawat lalu jual ke leasing company," tutur Irfan.
Dia pun sudah bernegosiasi dengan para lessor tetapi beberapa masih belum menemui kesepakatan terkait dengan penurunan biaya sewa pesawat.
“Tahun lalu dengan asumsi pandemi bisa cepat selesai, ada opsi penurunan biaya dari seluruh lessor lebih dari US$200 juta per tahun, tapi ternyata tak bisa eksekusi karena jumlah trafik penumpang yang tidak sampai," jelasnya.