Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha ritel menyuarakan keberatan atas pemberlakuan bea masuk tindak pengamanan (BMTP) atau safeguard atas 134 pos tarif produk pakaian dan aksesori. Kebijakan ini dinilai bakal berimbas pada pemulihan industri ritel dan mengurangi daya tarik wisata belanja Tanah Air.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo) Handaka Santosa pengenaan safeguard sejatinya memiliki tujuan baik untuk melindungi industri lokal. Namun dia mengkritisi regulasi yang tidak secara spesifik menyasar produk impor yang menjadi pesaing produk lokal.
“Kendalanya sebetulnya pelaksanaannya tidak tepat karena tidak menyasar langsung [produk] apa yang berpotensi menjadi pesaing produk lokal," kata Handaka kepada, Jumat (19/11/2021).
Dia menjelaskan bahwa impor produk garmen terdiri atas dua jenis, yakni impor garmen yang dilakukan secara massal dengan harga murah dan impor garmen produk bermerk seperti Gucci, Chanel, Uniqlo, Mango, dan H&M.
“Kalau barang bermerek sebenarnya tidak gampang untuk diimpor masuk ke suatu negara seperti garmen murah tadi. Harusnya yang dihambat itu yang garmen masal. Namun peraturannya dikenakan ke semua. Tentunya menimbulkan akibat negatif,” kata dia
Handaka yang juga menjabat sebagai CEO SOGO menilai kebijakan ini bisa menyebabkan harga barang bermerek lebih mahal dan kurang kompetitif dibandingkan dengan harga di negara tetangga, misalnya Singapura. Kondisi tersebut, lanjutnya, bisa mengganggu upaya menarik konsumen asing.
Baca Juga
“Garmen impor merek global bukanlah pesaing, melainkan pelengkap produk lokal. Produk yang kami tawarkan memiliki konsep dan gaya yang berbeda,” tambahnya.
Sebelum implementasi BMTP, Handaka mengatakan barang garmen bermerek juga sudah terkena bea masuk sebesar 25 persen, PPN 10 persen, PPh impor 7,5-10 persen, hingga biaya surveyor 1-2 persen.
“Tanpa BMTP saja sudah ada biaya tambahan 45 persen, dengan BMTP bisa sampai 70 persen bagaimana turis tidak belanja ke Singapura, Thailand, Malaysia? Ini juga akan meningkatkan tren jasa penitipan yang bisa mengurangi potensi devisa dari PPN Impor, PPN Ritel, dan juga PPh Badan,” kata dia.
Handaka mengemukakan bahwa sektor ritel yang menjadi salah satu penyokong konsumsi domestik masih merasakan pukulan akibat Covid-19. Sebagai sektor yang menyasar konsumen kelas menengah ke atas, kebijakan ini dikhawatirkan bakal menggerus potensi penerimaan.
BMTP pada 134 pos tarif tercatat dikenakan untuk importasi dari semua negara. Namun, regulasi ini mengecualikan safeguard pada produk pakaian dan aksesori pakaian segmen headwear dan neckwear yang diproduksi dari negara yang tercantum dalam lampiran beleid.
Terdapat 122 negara yang masuk dalam daftar pengecualian, di antaranya adalah India, Bangladesh, dan Vietnam. Adapun China tidak termasuk dalam negara yang dikecualikan.