Bisnis.com, JAKARTA – Mengantisipasi pelemahan permintaan bahan bakar minyak di masa depan, PT Pertamina (Persero) tengah menyiapkan strateginya mengonversi kilang yang mengolah bahan bakar untuk dijadikan pengolahan petrokimia.
Direktur Pengembangan Bisnis PT Kilang Pertamina Internasional Joko Widi Wijayanto mengatakan bahwa pengembangan petrokimia akan kucuran dana yang tidak sedikit untuk merealisasikan proyek-proyek yang dicanangkan sampai dengan 2028 mendatang.
“Capex yang terlibat dari industri petrokimia ini berkisar antara US$10 miliar–US$15 miliar sekitar sampai dengan 2028,” katanya dalam webinar yang digelar pada Selasa (16/11/2021).
Joko menuturkan, pihaknya akan turut melibatkan pihak eksternal untuk bisa menyiapkan dana segar untuk modal pengerjaan proyek petrokimia.
Menurutnya, pihaknya akan membuka kerja sama dengan mitra luar yang memiliki kriteria khusus, seperti punya pasar, membawa pendanaan, dan teknologi.
Salah satu kerja sama yang telah diteken untuk pengembangan petrokimia tersebut adalah dengan Mubadala Petroleum dan Indonesia Investment Authority (INA) yang merupakan hasil dari rangkaian kunjungan ke Abu Dhabi beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Ke depannya, Kilang Pertamina Internasional akan menggelar roadshow untuk mendapatkan investor-investor baru. “Roadshow awal tahun depan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional Djoko Priyono mengatakan, permintaan untuk produk petrokimia ke depannya akan terus meningkat. Dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, produk petrokimia diproyeksikan meningkat sebesar 5 persen tiap tahunnya.
Dia menuturkan, permintaan petrokimia seperti polypropylene (PP), polyethylene (PE), dan paraxylene (PX), serta benzene (Bz) akan meningkat hingga 7,6 juta ton per tahun, sedangkan kapasitas produksi petrokimia saat ini hanya mencapai 1,6 juta ton per tahun.
“Tentunya kalau nanti terjadi penurunan kebutuhan BBM, kami melakukan pengembangan kilang melalui inisiatif konversi dari BBM ke petrokimia dan farmasi,” jelasnya.