Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan memastikan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan hanya mengatur soal upah minimum berdasarkan wilayah. Regulasi terbaru tak lagi mengatur upah minimum berdasarkan sektor.
“Upah minimum berdasarkan PP No. 36/2021 hanya berdasarkan wilayah, yaitu Upah Minimum Provinsi [UMP] dan Upah Minimum Kabupaten/Kota [UMK]. PP No. 36/2021 tidak mengamanatkan upah minimum berdasarkan sektor,” kata Direktur Jenderal PHI dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri dalam siaran pers, Minggu (14/11/2021).
Namun, dia mengatakan upah minimum sektor yang ditetapkan sebelum 20 November 2020 dan masih berlaku sampai saat ini tetap bisa dilanjutkan. Upah minimum sektor bisa dilanjutkan selama nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan UMP dan UMK di wilayah tersebut.
“Dengan demikian seluruh pihak harus tetap patuh dengan pelaksanaan upah minimum sektor selama masih berlaku,” katanya.
Menurut Putri, upah minimum hadir sebagai upaya pelindungan kepada pekerja/buruh dengan masa kerja di bawah 1 tahun agar tidak dibayar terlalu rendah. Selain itu, kebijakan upah minimum ditujukan sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan dan mendorong kemajuan ekonomi Indonesia.
Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Dinar Titus Jogaswitani mengatakan semangat dari formula upah minimum berdasarkan PP No. 36/2021 adalah untuk mengurangi kesenjangan upah minimum antarwilayah. Keadilan antarwilayah tersebut, lanjutnya, dicapai melalui pendekatan rata-rata konsumsi rumah tangga di masing-masing wilayah.
Baca Juga
Dinar mengatakan penetapan upah minimum juga ditujukan untuk mencapai kesejahteraan pekerja/buruh dengan tetap memperhatikan kemampuan perusahaan dan kondisi nasional. Hal tersebut dilakukan melalui penggunaan data-data ekonomi dan ketenagakerjaan yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Menurutnya, BPS sebagai satu-satunya wali data nasional merupakan lembaga yang independen dan kompeten dalam hal penyediaan data-data makro yang dibutuhkan oleh seluruh pihak yang berkepentingan.
"BPS tidak melakukan kegiatan pengumpulan data yang secara khusus ditujukan untuk penghitungan upah minimum," ujarnya.
Data-data yang disediakan oleh BPS yang dipergunakan dalam perhitungan upah minimum sudah lama dikumpulkan oleh BPS sebelum disahkannya PP No. 36/2021. Dinar mengatakan data-data untuk penghitungan penetapan upah minimum bisa diakses pada wagepedia.kemnaker.go.id.
"Data tersebut juga digunakan oleh institusi lain baik lokal maupun internasional dalam merencanakan atau mengambil keputusan yang akan dilakukan, sehingga banyak pihak yang mengawasi data BPS," ucapnya.
Adapun Dewan Pengupahan Nasional dari unsur pakar pengupahan Joko Santosa menyatakan penetapan upah minimum penting untuk menaikan indeks daya saing Indonesia dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap sistem pengupahan Indonesia terkait kepastian hukum dan indikator perekonomian serta pengupahan.
Selain itu, sambung Joko, dampak lain yang perlu diantisipasi terhadap penetapan upah minimum pada masa Covid-19 yaitu potensi terhambatnya perluasan kesempatan kerja baru. Substitusi tenaga kerja ke mesin juga menjadi tantangan tersendiri karena bisa memicu pemutusan hubungan kerja (PHK).
Joko juga mengajak pemangku kepentingan untuk lebih fokus dalam penyesuaian upah di atas upah minimum.
Dalam kondisi upah telah di atas rata-rata, pemangku kepentingan disarankan fokus pada kepada upah berbasis kinerja individu dan produktivitas. Bila hal ini dilakukan, katanya, maka dapat mendorong kesejahteraan pekerja secara keseluruhan.
"Penerapan struktur skala upah dengan penyesuaian berbasis kinerja individu akan mendorong distribusi upah di atas upah minimum secara adil antar jabatan/pekerja yang harus menjadi tujuan perjuangan pekerja dan serikat pekerja," kata Joko.