Bisnis.com, SOLO — Penarikan retribusi pembangunan gedung di beberapa tempat terkendala oleh belum adanya peraturan daerah atau perda yang sejalan dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Percepatan penerbitan perda retribusi pun menjadi salah satu agenda utama pemerintah.
Direktur Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, dan Kerjasama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Prabawa Eka Soesanta menjelaskan, bahwa pemerintah terus melakukan penyelarasan ketentuan turunan dari Undang-Undang (UU) 11/2020 tentang Cipta Kerja, yang merevisi 79 UU dan ratusan aturan di bawahnya.
Keselarasan aturan dari tingkat tertinggi hingga ke tataran teknis menjadi penting untuk mendorong iklim usaha yang baik, yang menjadi tujuan UU Cipta Kerja.
Menurut Prabawa, penerbitan peraturan daerah (perda) menjadi salah satu kendala yang terus dipercepat penyelesaiannya oleh pemerintah.
Salah satu kendala terjadi dalam penerbitan perda terkait retribusi. Adanya perubahan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) membuat pemerintah daerah tidak dapat menarik retribusi, jika belum terdapat perda yang mengatur penarikannya.
"Kalau tidak ada perda apakah tidak boleh melayani masyarakat? Tidak boleh. Maka, kami keluarkan Surat Edaran bahwa rakyat harus dilayani. Lalu retribusinya bagaimana [dari PBG]? Ya selama pemerintah daerah belum punya perda [retribusi] harus Rp0," ujar Prabawa kepada Bisnis di sela-sela kegiatan sosialisasi UU Cipta Kerja (12/11/2021).
Baca Juga
Menurutnya, secara prinsip pemerintah daerah harus tetap melakukan pelayanan kepada masayarakat. Namun, dengan kerangka peraturan yang ada, penarikan retribusi dari pendirian bangunan memerlukan perda khusus.
Prabawa menjelaskan, bahwa penerbitan perda merupakan satu-satunya langkah agar pemerintah daerah dapat menarik retribusi dari pendirian bangunan. Hal tersebut karena tidak terdapat celah hukum lain, seperti diskresi.
Kemendagri pun mendorong percepatan penerbitan perda di seluruh wilayah agar pemerintah daerah dapat menarik retribusi dari pendirian bangunan. Jika perda tak segera terbit, terdapat risiko berkurangnya pendapatan daerah.
"Selama ini IMB menjadi tulang punggung pendapatan asli daerah [PAB], kalau tiba-tiba mereka tidak bisa menyerap retribusi dari itu kan jadi tidak sejalan dengan harapan UU Cipta Kerja," ujar Prabawa.
Dia menilai bahwa pelaksanaan aturan dengan skala sebesar UU Cipta Kerja memang akan menemui tantangan. Namun, upaya komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta dengan kementerian dan lembaga terkait terus berjalan agar pelaksanaan aturan dapat berjalan dengan baik.
"Kemendagri sebagai koordinator umum ya mencoba mengomunikasikan apa yang dirasakan daerah, kementerian, lembaga. Kita kenali masalah [dalam implementasi UU Cipta Kerja], penyebabnya apa, kemudian kita selesaikan solusinya," ujar Prabawa.