Bisnis.com, JAKARTA - Produk kerajinan tangan Indonesia sudah mendapatkan tempat di hati masyarakat Tunisia. Meskipun negara di Afrika Utara ini juga terkenal sebagai penghasil kerajinan tangan, tetapi produk asal Indonesia diakui memiliki kualitas material yang berbeda.
Hal itu diakui oleh Bechir Fathallah, pemilik Société El-Andaloucia, perusahaan Tunisia yang dalam 15 tahun terakhir aktif mengimpor produk kerajinan tangan dari Indonesia. Buktinya, jelas dia, produk-produk Indonesia yang dijualnya kerap laku keras meskipun dibanderol dengan harga yang terbilang sangat mahal.
“Menurut para pelanggan, produk kerajinan tangan Indonesia merupakan the one and only dan tidak dapat ditemui padanannya di Tunisia,” kata Bechir.
Awalnya, Bechir diajak dengan rekannya yakni Ridha Belhadj untuk melakukan perjalanan bisnis ke Indonesia. Kawan baiknya ini telah lebih dulu aktif sebagai pembeli atau importir produk-produk Indonesia, khususnya produk kerajinan tangan dan dekorasi.
“Sejak saat itulah saya tertarik untuk membeli produk-produk Indonesia, khususnya produk kerajinan tangan dan dekorasi. Saat ini justru saya yang terus aktif berdagang dengan Indonesia, sementara Mr. Ridha Belhadj sudah tak lagi melakukan aktivitas dagang dengan Indonesia,” ungkapnya.
Foto: dok. Société El-Andaloucia
Nilai dan volume dagang Bechir Fathallah dengan Indonesia terus meningkat pesat dari tahun ke tahun. Pada 2020, nilai pembelian atau impor Société El-Andaloucia tercatat senilai 3,4 miliar rupiah (FOB) atau bertumbuh 363,5% dibandingkan tahun sebelumnya dengan pangsa pasar terhadap ekspor Indonesia ke Tunisia pada tahun yang sama mencapai 0,52% atau meningkat 541,9% dibandingkan tahun sebelumnya.
Produk yang diimpor Bechir itu dipasarkan di pusat penjualan produk-produk kerajinan tangan, furnitur, dan dekorasi miliknya bernama Coin d’Or yang dalam Bahasa Indonesia berarti ‘Pojok Emas’. Hampir semua produk yang dipasarkan di Coin d’Or berasal dari Indonesia, seperti Bali, Jepara, Kudus, Situbondo, Tulungagung, dan Malang.
Pelanggan toko Bechir Fathallah itu banyak berasal dari kalangan pengusaha yang bergerak di sektor restoran, hotel, dan kafe. Umumnya, produk kerajinan tangan yang dibeli dari Coin d’Or digunakan sebagai pajangan di tempat usaha mereka.
Dia pun mengakui bahwa produk-produk Indonesia sangat disukai para konsumen di Tunisia. Buktinya, produk-produk Indonesia yang dijualnya kerap laku keras meskipun dibanderol dengan harga yang terbilang sangat mahal.
Hadapi Tantangan
Bechir mengakui importasi produk di Tunisia dihadapkan pada sejumlah kendala. Menurut aturan yang berlaku di Tunisia, barang impor dikenakan pajak masuk yang sangat besar, termasuk bea masuk sebesar 19% dan pajak pertambahan nilai (VAT) sebesar 30%.
Jumlah tersebut masih ditambah biaya transportasi dan pengurusan kargo di Pelabuhan yang juga sangat besar.
“Secara total, saya bisa mengeluarkan biaya ekstra sekitar 90% dari harga asli pembelian barang,” jelas Bechir.
Selain itu, birokrasi pengurusan barang impor di Tunisia sangat rumit, khususnya setelah Revolusi 2011 karena sejak saat itu pemerintah Tunisia melarang impor produk-produk kerajinan tangan berukuran sedang dan kecil. Kondisi ini seringkali membuat importir mengalokasikan lebih banyak waktu dan biaya.
Foto: dok. Société El-Andaloucia
Untuk mengatasi kendala tersebut, Bechir mengakui tidak bisa melakukan banyak upaya. Namun, dia sempat melakukan audiensi dengan sejumlah pemangku kepentingan di Tunisia agar birokrasi pengurusan impor dari Indonesia bisa lebih dipermudah.
Bechir mengungkapkan, kunci untuk tetap bisa melakukan impor dalam jumlah besar adalah mengetahui mitra atau distributor yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian, pembelian produk dapat dilakukan dengan harga dan kualitas yang sesuai.
Sebagai upaya meningkatkan kerja sama dengan Indonesia, Bechir kerap melakukan kunjungan rutin ke Indonesia setiap tahun, termasuk mengunjungi Trade Expo Indonesia (TEI) pada 2013 dan 2018. Bechir juga telah memiliki sejumlah mitra tetap di Indonesia, baik kalangan produsen produk yang diimpornya, termasuk UKM dan UMKM atau perusahaan kargo untuk pengiriman kontainer.
Upaya mempromosikan produk Indonesia di Tunisia dilakukan Bechir dengan menyediakan tempat untuk memamerkan berbagai produk Indonesia di toko miliknya yang sangat luas. Bechir juga kerap menjadi distributor produk Indonesia bagi para penjual produk-produk kerajinan tangan di seluruh Tunisia, termasuk di ibu kota Tunis.
Dengan berbagai upaya itu, Bechir tetap aktif memasarkan produk dari para eksportir di Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Hubungan dagang antara Bechir Fathallah dengan para mitranya di Indonesia tetap berjalan meski biaya transportasi kargo melonjak hingga 5-6 kali lipat.
Foto: dok. Société El-Andaloucia
Ke depan, jelas Bechir, pihaknya masih akan meneruskan impor produk-produk kerajinan tangan dan dekorasi dari Indonesia. Selain untuk pasar selain Tunisia, Bechir juga memasarkan produk serupa ke negara lain seperti Mesir, Libya, Kuwait, dan Arab Saudi.
“Untuk saat ini, saya masih fokus pada produk-produk kerajinan tangan dan dekorasi Indonesia yang telah terbukti memiliki banyak peminat di Tunisia, maupun sejumlah negara lain. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa saya juga akan mengembangkan aktifitas impor ke produk-produk Indonesia lainnya,” jelas Bechir.
Dengan loyalitas yang ditunjukkannya, Société El-Andaloucia tercatat sebagai salah satu penerima Penghargaan Primaduta (Primaduta Award) tahun 2021.
Penghargaan Primaduta merupakan salah satu wujud apresiasi Pemerintah Indonesia yang disampaikan oleh Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) kepada para pembeli mancanegara atas dukungan dan loyalitasnya, secara berkesinambungan membeli produk Indonesia, dan memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan ekspor nasional. Penghargaan ini diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan setiap tahun.