Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Prodia (PRDA) Terdampak Kebijakan HET Tes PCR Rp300.000

Prodia terdampak kebijakan HET tes PCR Rp300.000 dari pemerintah, tetapi tetap menyediakan pemeriksaan genomik.
Nyoman Ary Wahyudi
Nyoman Ary Wahyudi - Bisnis.com 10 November 2021  |  09:25 WIB
Prodia (PRDA) Terdampak Kebijakan HET Tes PCR Rp300.000
Manajemen Prodia Widyahusada saat menggelar paparan publik di Jakarta, Kamks (2/5/2019). - Bisnis/Muhammad Ridwan

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten laboratorium PT Prodia Widyahusada Tbk. masih tetap menyediakan layanan PCR dengan harga eceran tertinggi di angka Rp275.000 hingga Rp300.000 selepas penetapan dari pemerintah pada akhir Oktober 2021. Kendati demikian, penetapan HET yang tidak diimbangi dengan standardisasi biaya produksi dinilai memengaruhi emiten berkode PRDA itu.

Legal Head & Corsec Prodia Marina Eka Amalia menuturkan kebijakan HET itu turut memengaruhi perseroan. Akan tetapi, PRDA tetap menyediakan pemeriksaan genomik untuk memenuhi permintaan dari masyarakat.

“Tentunya kebijakan tersebut memengaruhi perseroan namun fokus Prodia dari awal adalah menyediakan pemeriksaan genomik sehingga sesuai dengan tujuan Prodia,” kata Marina, Selasa (9/11/2021).

Hanya saja, Marina enggan menerangkan lebih spesifik bagaimana kebijakan itu memengaruhi kinerja keuangan atau operasional perseroan tersebut. Dia berdalih laporan kinerja perusahaan setelah ketetapan HET itu bakal diumumkan lewat public expose pada tanggal 16 November mendatang.

“Apabila berkenan nanti bisa mengikuti public expose,” tuturnya.

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta rumah sakit hingga laboratorium swasta untuk mengefisienkan komponen biaya pemeriksaan PCR Covid-19 menyusul penetapan harga eceran di kisaran Rp275.000 hingga Rp300.000.

Juru Bicara Kemenkes Nadia Tarmizi mengatakan penetapan HET bagi pemeriksaan PCR itu sudah melalui kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mencakup biaya bahan baku, operasional, bahan medis habis pakai hingga administratif.

“Ini harus diiringi bagaimana tata kelola dari pemberi pelayanan itu sendiri untuk memilih komponen yang paling efisien dan juga bisnis proses yang dipilih tentunya sangat menentukan ya,” kata Nadia, Selasa (9/11/2021).

Adapun, kata Nadia, komponen pembentuk harga pemeriksaan PCR itu meliputi jasa pelayanan, bahan medis habis pakai, bahan baku, listrik hingga modal pembelian mesin. Adapun, seluruh komponen itu sudah dikaji oleh BPKP untuk menetapkan HET yang rasional bagi masyarakat dan penyedia jasa.

“Kita terus melakukan evaluasi terkait harga pemeriksaan PCR sesuai dengan kondisi yang ada sehingga masyarakat mendapatkan layanan sesuai dengan harga yang wajar,” katanya.

Sebelumnya, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) berkirim surat ke Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menetapkan standar harga dan mutu bahan medis habis pakai seiring kebijakan harga eceran tertinggi atau HET yang dipatok sebesar Rp300.000 bagi alat Polymerase Chain Reaction (PCR).

Permintaan standarisasi harga dan mutu bahan medis habis pakai itu di antaranya menyasar pada reagen kit, viral transport medium (VTM), alat pelindung diri (APD) dan kebutuhan langsung atau tidak langsung penanganan pandemi Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

prodia PCR
Editor : Rio Sandy Pradana

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top