Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) masih harus menanggung beban atas tidak adanya penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM), meski harga minyak mentah dunia terus melejit. Sektor hilir Pertamina dinilai akan menjadi faktor penekan kinerja pada tahun ini.
Sepanjang tahun lalu Pertamina harus menghadapi kondisi yang disebut triple shock, yakni penurunan konsumsi energi, penurunan harga minyak mentah dunia, serta pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Namun, pada kondisi itu Pertamina masih mampu mengantongi laba sebesar US$1,05 miliar, atau setara dengan Rp15 triliun.
Dalam struktur keuangan Pertamina, bisnis hilir migas berkontribusi sebesar 80 persen terhadap total pendapatan Pertamina, sedangkan 20 persennya dari bisnis hulu migas. Sementara itu, dari sisi profit, 80 persen dikontribusikan dari hulu migas, dan 20 persen dari hilir migas.
Kendati demikian, sektor hilir migas Pertamina memberikan kontribusi yang baik untuk kinerja sepanjang tahun lalu.
Baca Juga
Kendati sepanjang tahun lalu penjualan BBM mengalami penurunan hingga 25 persen, secara nilai penjualan hanya terpaut 10 persen jika dibandingkan dengan periode normal di 2019.
Penjualan BBM untuk jenis Pertamax, Pertamax Plus, Pertalite, dan Pertamina DEX tercatat lebih rendah 10 persen dari US$11,27 miliar pada 2019 menjadi US$10,06 miliar di 2020.
Saat itu, harga minyak mentah dunia berada pada kisaran US$30 per barel, dan sempat turun sampai ke level minus. Untuk sektor hilir migas Pertamina, kondisi itu menjadi peluang untuk menambah stok BBM-nya.
Beban di Hilir
Akan tetapi, seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dunia setelah meredanya pandemi Covid-19 yang membuat pergerakan masyarakat kembali meningkat, harga minyak mentah pun ikut terkerek hingga posisi tertingginya saat ini di level US$83 per barel.
Kondisi itu menjadi berkah bagi sektor hulu migas Pertamina, namun untuk hilir bisa menjadi penekan kinerja, karena tidak adanya penyesuaian harga BBM yang akan mempengaruhi keekonomiannya.
Sampai dengan semester I/2021, Pertamina berhasil membukukan laba senilai US$183 juta atau setara dengan Rp2,6 triliun sepanjang semester I/2021. Sektor hulu migas telah berkontribusi cukup positif terhadap capain kinerja sepanjang periode itu.
Kenaikan harga minyak mentah dunia telah mendorong sektor hulu migas berkontribusi terhadap peningkatan laba perseroan.
Kenaikan atau Indonesian Crude Price (ICP), serta efisiensi pada biaya pengembangan dan biaya produksi di hulu migas telah membuat pendapatan laba di atas target.
Pjs. Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman menuturkan bahwa Pertamina tidak menaikkan harga BBM di tengah tingginya harga minyak. Padahal, kenaikan harga minyak memberikan tekanan yang signifikan terhadap beban pokok produksi BBM.
“Pertamina tidak menaikkan harga BBM karena pertimbangan penurunan daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19, sedangkan badan usaha BBM lainnya telah beberapa kali menaikkan harga jual BBM-nya sejak awal 2021,” ujarnya.
Pada saat ini, harga bahan bakar umum untuk jenis Pertalite masih dijual dengan harga Rp7.650 per liter, sedangkan jika dihitung dengan mengacu pada harga minyak mentah dunia saat ini, seharusnya harga keekonomiannya telah mencapai kisaran Rp11.000 per liter.
Hulu Jadi Penopang
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa kinerja Pertamina sepanjang tahun ini akan sangat ditentukan oleh produktivitas sektor hulu migas.
Menurutnya, sektor tersebut memiliki peluang besar untuk mengompensasi kerugian di sektor hilir yang sudah dipastikan akan terjadi.
Meredanya pandemi Covid-19, kata dia, diharapkan kegiatan di sektor hulu migas bisa berjalan dengan lancar, sehingga bisa mencapai level produksi normal.
Komaidi memproyeksikan, Pertamina masih dapat melanjutkan raihan laba yang telah dicatatkan pada semester I/2021 untuk sepanjang tahun ini. Namun, laba yang akan diraih pada akhir tahun ini diproyeksikan akan tipis karena adanya tekanan di sektor hilir.
“Masih ada harapan untuk lebih baik. Akan lebih baik lagi kalau ada penyesuaian harga BBM-nya,” katanya kepada Bisnis, Selasa (9/11/2021).
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan bahwa kenaikan harga minyak mentah dunia yang tidak disertai dengan penyesuaian harga BBM membuat kinerja Pertamina akan tertekan. Namun, tekanan itu dapat dikompensasi dari kinerja dari sektor bisnis lainnya.
Mamit menuturkan, sektor hulu migas Pertamina akan memberikan kinerja positif jika mengacu pada harga minyak dunia yang mengalami kenaikan secara signifikan. Di samping itu, kinerja anak usaha lainya di sektor logistik dan EBT dinilai akan memberikan kinerja positif.
“Saya melihatnya kinerja keuangan Pertamina akan tetap dalam posisi yang positif. Kinerja positif ini ditopang oleh subholding lain diluar commercial & trading yang sepertinya mengalami kerugian akibat tidak adanya penyesuaian harga untuk BBM Umum, seperti Pertamax dan Pertalite,” katanya kepada Bisnis, Selasa (9/11/2021).