Bisnis.com, JAKARTA — Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) di tengah tingginya harga minyak mentah bisa menjadi salah satu kesempatan bagi pemerintah untuk mengedukasi masyarakat.
Peneliti Indef Abra Tallatov mengatakan untuk mengatasi kerugian dari perusahaan pelat merah penyalur bahan bakar minyak yakni PT Pertamina (Persero) maka diperlukan adanya penyesuaian harga.
Dia menilai jalan tengah yang bisa diambil tanpa harus memberatkan rakyat adalah Pertamina dapat menyesuaiakan harga jenis bahan bakar umum (JBU) sebesar Rp500–Rp1.000 per liternya, selisih dari harga keekonomian yang ditanggung pemerintah.
"Penyesuaian dilakukan tidak banyak, tapi bisa mengedekuasi masyarakat kalau BBM nonpenugasan bisa terjadi kenaikan menyesuaikan kondisi eksternal, supaya masyarakat tidak bertanya-bertanya kenapa naik harga ke depannya. Saya pikir untuk jangka pendek ini, alternatif," kata Abra kepada Bisnis, Selasa (27/10/2021).
Sementara itu, Ekonom Indef Andri Satrio berpendapat penjualan BBM paling besar oleh Pertamina pada saat ini adalah untuk jenis Pertalite, sehingga dengan tidak adanya penyesuaian harga hal tersebut akan menjadi beban yang harus ditanggung oleh Pertamina.
Di samping itu, kondisi pemulihan ekonomi setelah meredanya pandemi Covid-19 di dalam negeri perlu ditopang dengan harga energi yang terjangkau oleh masyarakat. Harga BBM yang dijual pada saat ini dinilai perlu dipertahankan agar tidak terjadinya inflasi.
"Nah sekarang problemnya adalah apa akan diberikan kompensasi begitu ya oleh pemerintah kepada Pertamina, ini memang menurut saya bentuk kompensasinya harus seperti apa dulu begitu apakah langsung diberikan atau mengganti atau menalangi sejumlah kerugian yang dimiliki oleh Pertamina ketika menahan agar tidak meningkat," katanya kepada Bisnis, Selasa (27/10/2021).
Menurut Andri, momentum ini dapat dimanfaatkan pemerintah untuk mengalihkan kompensasi yang dikucurkan untuk subsidi jenis bahan bakar khusus penugasan yakni Premium. Pengalihan tersebut sekaligus menjadi cara pemerintah untuk menghapus perederan Premium secara bertahap oleh pemerintah.
Di samping itu, hal ini dapat menjadi salah satu peluang untuk pemerintah untuk mulai mengalihkan skema subsidi dari yang berbasis komoditas menjadi berbasis penerima langsung. Pasalnya, dengan subsidi langsung masyarakat dapat menikmati barang dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan Premium yang masih berkualitas RON 88.