Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menilai kinerja negative inustri tekstil di kuartal III/2021 karena dibayangi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sebagai hal yang wajar.
Sekjen APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan bahwa industri mulai kembali bergeliat menjelang akhir kuartal ketiga, atau pada September 2021.
“Kalau bicara Juli dan Agustus 2021, masih PPKM. Jadi saya kira [kinerja] negatif wajar,” katanya kepada Bisnis, Selasa (9/11/2021).
Sebelumnya, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), industri tekstil dan pakaian mengalami kontraksi pada kuartal III/2021 sebesar -3,34 persen secara year-on-year (yoy).
Namun demikian, angka tersebut membaik dari kuartal sebelumnya yang sebesar -4,54 persen, dan kuartal I/2021 mencapai -13,28 persen. Adapun, kontraksi industri sepanjang tahun lalu tercatat sebesar -8,88 persen.
Redma menyatakan, perbaikan utilisasi industri dan kondisi pasar pada tiga bulan terakhir tahun ini berpeluang mengerek kinerja pertumbuhan.
Baca Juga
Namun, dia memastikan bahwa pada kuartal IV/2021 pertumbuhan industri akan positif didorong tingginya permintaan domestik yang juga terpengaruh oleh tersendatnya pasokan barang impor.
Jika situasi terus kondusif, kata dia, momentum pertumbuhan dapat berlanjut hingga kuartal I/2022.
“Di kuartal empat harusnya sudah positif, di kuartal I/2022 harusnya juga positif, karena kondisi dunia masih seperti ini, barang dari China susah masuk,” ujarnya.
Redma juga menggarisbawahi kelangkaan kontainer dan tingginya ongkos pengapalan dapat menekan kinerja ekspor sepanjang tahun ini. Ekspor tekstil pun diperkirakan tumbuh tidak signifikan.