Bisnis.com, SURABAYA - Kinerja industri baja ringan atau baja lapis aluminium seng (BjLAS) tahun ini diperkirakan hanya mampu tumbuh sekitar 5 - 10 persen mengingat kondisi permintaan pasar hingga saat ini masih belum stabil.
Ketua Klaster Baja Lapis Aluminium Seng (BjLAS) Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISA) Henry Setiawan sejak pandemi terjadi, kondisi industri ini sangat terdampak bahkan hingga PPKM sudah berangsur turun level.
“Saat PPKM bisnis baja ringan ikut terdampak baik di segmen proyek maupun ritel. Segmen proyek memang tetap berjalan, tetapi ada pengurangan. Sedangkan di segmen properti rumah baru, maupun segmen ritel (renovasi rumah pribadi) ini sangat berkurang,” katanya kepada Bisnis, Selasa (9/11/2021).
Dia mengatakan meskipun level PPKM sudah turun tetapi hingga kini belum menunjukan perubahan peningkatan yang signifikan. Selain dampak pandemi yang membuat daya beli menurun, kondisi harga BjLAS yang cukup tinggi saat ini juga menjadi faktor rendahnya penyerapan pasar.
“Harga baja ringan ini sudah naik dua kali lipat dibandingkan tahun lalu dan baru ini mulai turun sedikit, tetapi harga yang sangat ini mempengaruhi permintaan yang tidak bisa tumbuh dengan baik, ditambah dengan adanya pandemi juga,” ujarnya.
Presiden Direktur PT Sunrise Steel ini menjelaskan tren konsumsi baja ringan nasional telah mengalami penurunan. Tercatat, pada 2019 konsumsi baja ringan nasional mencapai 1,6 juta ton, lalu pada 2020 menurun menjadi 1,15 juta karena dampak pandemi.
Baca Juga
“Dan tahun ini diperkirakan konsumsinya hanya 1,25 juta ton, naik sedikit tetapi tidak bisa seperti 2019. Dari total konsumsi nasional, kontribusi pasar di Jatim sekitar 30 - 40 persen,” ujarnya.
Dia mengatakan penurunan konsumsi ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi secara global sebab sektor perdagangan juga sedang menunggu harga baja turun lagi, dan menunggu hingga stok penjualannya habis.
“Ini yang membuat bulan-bulan ini permintaan baja ringan itu lemah sekali,” imbuhnya.
Henry menambahkan di Indonesia sendiri penyerapan komoditas baja ringan paling besar masih di sektor konstruksi dan properti. Sedangkan segmen elektronik seperti pabrik casing AC, kulkas, dispenser air, karoseri, dan otomotif itu tidak banyak.
“Jadi kalau properti melambat, baja ringan juga ikut melambat. Namun ini sejak ada regulasi soal insentif PPN rumah dari pemerintah ini cukup menolong, walaupun karena pandemi, daya beli masyarakat itu tidak bisa diharapkan terlalu besar,” imbuhnya.
Meski begitu, Henry tetap optimistis kondisi ekonomi akan semakin pulih dan industri BjLAS ke depan akan kembali tumbuh dengan baik. Apalagi kebutuhan baja Nasional masih sangat besar mencapai 15 juta ton, sedangkan kemampuan produksi dari industri hanya sekitar 7,5 juta ton, dan sisanya masih disuplai oleh produk impor.