Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah kembali merogoh duit dari APBN untuk membiayai proyek-proyek strategis pemerintah.
Setelah menambal proyek kereta cepat, kali ini pemerintah harus mengeluarkan duit negara senilai Rp2,6 triliun untuk menambal proyek LRT Jabodetabek.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penyertaan modal negara (PMN) yang bersumber itu dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp2,6 triliun.
Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Sri Mulyani menyebut PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI akan mendapatkan PMN SAL sebesar Rp6,9 triliun dari total SAL Rp20,1 triliun pada 2021 untuk tiga entitas, yakni PT Hutama Karya, PT KAI, dan Lembaga Manajemen Aset Negara.
"Untuk kereta api yang mendapatkan dari PMN SAL Rp20,1 triliun itu, sebesar Rp6,9 triliun ditujukan untuk LRT Jabodebek yang mengalami cost overrun sebesar Rp2,6 triliun," katanya, Senin (8/11/2021).
Pembangunan LRT Jabodebek mengalami sejumlah kendala selain insiden tabrakan yang terjadi di kawasan Jakarta Timur pada Senin (25/10/2021).
Baca Juga
Sebelum insiden tabrakan, ternyata pengerjaan proyek LRT Jabodebek juga menghadapi kendala pembengkakan biaya (cost overrun). Penyebabnya adalah molornya proses pembangunan yang tak sesuai target awal penyelesaian.
Berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), proyek LRT Jabodebek yang mulai dibangun sejak 2015 sebenarnya ditargetkan rampung pada 2019.
Sayangnya, sampai saat ini proyek tersebut tak kunjung selesai. Bahkan proyek LRT Jabodebek yang molor hampir 2 tahun dan ditargetkan rampung pada 2022 itu juga mengalami kecelakaan saat proses uji coba rangkaian kereta beberapa waktu lalu.
Proses konstruksi LRT Jabodebek dilakukan oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) selaku kontraktor. Sejak awal pembangunan hingga Agustus 2021, Adhi Karya telah mengantongi dana sebesar Rp13,8 triliun dari pengerjaan proyek LRT Jabodebek Fase I.
Corporate Secretary Adhi Karya Farid Budiyanto pernah menjelaskan bahwa total penerimaan dari proyek LRT Jabodebek tersebut sudah termasuk realisasi pembayaran ke-8 belum lama ini.
Menurutnya, pembayaran ini akan meningkatkan likuiditas dan memperkuat arus kas operasi ADHI yang juga mendukung penyelesaian pembangunan LRT Jabodebek Fase I.
“Ke depannya ADHI akan terus melakukan upaya percepatan pembayaran khususnya dari proyek-proyek besar untuk tetap menjaga postur keuangan ADHI semakin baik dan kuat,” ujarnya.
Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Prasarana LRT Jabodebek Ferdian Suryo Adhi Pramono tak memungkiri dampak mundurnya proyek kereta layang ringan akan berpengaruh terhadap nilai investasi dari sisi prasarana maupun sarana.
"Nilai investasi akan bertambah karena bunga pinjaman di bank atau interest terus meningkat. Tapi yang tidak kita hindari adalah interest. Mau enggak mau bunga bank satu tahun kan interest-nya pasti bertambah,” ujar Ferdian, dikutip dari tempo.co.
Ferdian mengatakan perubahan nilai investasi itu kecil ketimbang angka perkiraan pada awal proyek berlangsung. Perubahan tersebut pun sudah diperhitungkan dalam adendum penyesuaian kontrak yang ditandatangani pada 2020.
Adapun proyek LRT setelah adendum memiliki nilai kontrak Rp23,3 triliun. Angka itu sudah termasuk dengan pajak. Ferdian menjelaskan perhitungan penyesuaian nilai investasi telah melalui proses peninjauan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Sudah ada review dari BPKP, untuk infrastruktur prasarananya sudah diperhitungkan. Sedangkan dari sisi sarana, dari KAI juga sudah ada proses review-nya,” tutur Ferdian.