Bisnis.com, JAKARTA — Arus kas industri tekstil dalam negeri mulai menunjukkan tren pemulihan yang signifikan seiring peningkatan permintaan dari pasar domestik hingga luar negeri. Momentum itu diperoleh seiring terhambatnya pasokan garmen dari China yang tengah mengalami krisis energi pada paruh kedua tahun ini.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan krisis energi China memberi stimulus produksi yang relatif besar bagi industri tekstil dalam negeri. Di sisi lain, impor bahan baku yang terhambat dari China juga turut mendorong penyerapan barang mentah domestik.
Redma berpendapat dua perusahaan tekstil representatif dalam negeri yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) dan PT Pan Brothers Tbk. (PBRX) berhasil mengambil pangsa pasar yang ditinggalkan China untuk meningkatkan produksi mereka.
Dengan demikian, kata dia, arus kas kedua perusahaan yang tengah menghadapi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) relatif sudah baik menjelang akhir tahun ini.
“Sekarang dengan arus kas yang mereka punya seharusnya sudah sehat. Saya melihatnya dari permintaan seharusnya sudah sehat.” kata Redma melalui sambungan telepon, Senin (8/11/2021).
Di sisi lain, Redma mengatakan proses PKPU dua perusahaan itu relatif berlebihan di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, keputusan perusahaan untuk menunda pembayaran cicilan ke perbankan lantaran untuk tetap memastikan jalannya produksi di pabrik.
Baca Juga
“Dari hilirnya kan tersendat, dari ritel dan pembeli ekspor di sana juga tersendat, pembayaran yang lokal juga tersendat sehingga arus kas menjadi terganggu, kalau tidak bayar listrik atau karyawan kan bisa berhenti produksi ini kan harus tetap muter jadi dikorbankan pembayaran perbankan,” kata dia.
Kendati demikian, dia meminta pemerintah untuk mendorong bahan baku dalam negeri untuk meningkatkan produksi di tengah peningkatan permintaan global yang tinggi. Dengan demikian, kata dia, kinerja ekspor industri dalam negeri dapat meningkat hingga 20 persen di tengah isu krisis energi di sejumlah negara pemasok garmen.
“Permintaan lokal dan ekspor juga bagus hanya saja tadi ekspor tidak bisa naik karena ada masalah di freight cost dan ketergantungan bahan baku impor,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, utang emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk. dalam proses PKPU hampir mencapai Rp20 triliun.
Dilansir dari Bloomberg, CV Prima Karya membawa Sritex ke Meja Hijau dengan tuduhan keterlambatan pembayaran utang senilai Rp5,5 miliar. Adapun, kreditur Sritex menambah nilai terutang sebanyak Rp20 triliun yang terdiri dari kreditur terjamin senilai Rp700 miliar dan Rp19 triliun dari kreditur yang tidak terjamin.
Di sisi lain, PT Pan Brothers Tbk. memperoleh moratorium pembayaran utang dari Pengadilan Tinggi Singapura terkait dengan beban utang yang mencapai US$309,6 juta. Adapun utang itu terdiri dari pinjaman sindikasi dengan nilai US$138,5 juta dan obligasi US$171,1 juta. Sementara itu porsi PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) dari keseluruhan utang tersebut sekitar 4,5 persen.