Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendukung upaya mantan komisaris PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) Peter Gontha membuka borok kasus sewa pesawat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mendorong upaya yang dilakukan oleh Peter Gontha apabila memang hal tersebut dilakukan.
Dia juga mendukung agar seluruh mantan komisaris dan direksi yang pada saat itu terlibat dalam kontrak sewa pesawat diperiksa oleh lembaga antirasuah tersebut untuk mengetahui dengan jelas bagaimana persoalan proses penyewaan pesawat dengan nilai yang terlampau tinggi dapat terjadi.
Arya menyebutkan berdasarkan informasi yang diterimanya, Peter Gontha juga ikut menandatangani kontrak penyewaan pesawat tersebut. Memang, lanjutnya, terdapat sejumlah jenis pesawat yang tidak ditandangani juga oleh mantan komisaris Garuda tersebut. Tetapi, hampir semua kontrak lainnya, Peter Gontha juga ikut menekennya.
"Jadi kalau bisa ya didorong saja supaya bisa diperiksa. Komisaris, direksi yang pada saat itu memang bertugas ke sana. Supaya terang benderang. Kami dukung benar apa yang dilakukan Peter Gontha. Termasuk Peter Gontha nanti bisa menjelaskan," ujarnya, Senin (1/11/2021).
Adapun mantan Dewan Komisaris Garuda Indonesia Peter F. Gontha mengaku telah melaporkan persoalan yang mendera maskapai plat merah ini kepada sejumlah lembaga termasuk KPK dalam postingan akun instagramnya.
Peter mengungkapkan bagaimana maskapai pelat merah tersebut tidak pernah berkomunikasi dengan para pemegang saham padahal merupakan perusahaan terbuka.
"Garuda kan perusahaan publik, kalau Pemerintah dalam hal ini BUMN maunya sendiri, tanpa kordinasi dengan publik jangan Go Public dong!," ujarnya
Menurutnya, sebagai perusahaan terbuka seharusnya Garuda berkonsultasi dengan para pemegang sahamnya agar kegiatan internal perusahaan dapat transparan. Peter menuding saat ini ada 4 perusahaan asing yang kongkalikong dengan Garuda Indonesia.
Namun masing-masing perusahaan tersebut sudah mengakui kesalahannya di negaranya masing-masing, bahkan sudah membayar sebesar 2,5 miliar Euro dan sudah dibebaskan.
"Di negara mereka ada aturan, kalau sudah bayar denda cincay lah. Bagus juga yah! Nahan orang kan banyak biaya, kalau gini kan jadi win-win!," lanjutnya.
"Terus kemen KUMHAM dan kejaksaan apa diam saja? Sampai sekarang saya tidak jelas mengapa? Saya langsung sudah menghadap Dirjen kumham dan bahkan ketua KPK, tapi “perintah” dari pemerintah dan Direksi Garuda : “KOMISARIS JANGAN TURUT CAMPUR!” Tanya Prof Romli saja, Silahkan kalau ada yg mau konfirmasi ke pihak Garuda Kumham atau Ketua KPK," ujarnya.