Bisnis.com, JAKARTA — Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia atau ISEI menilai bahwa terdapat lima tantangan bagi perekonomian Indonesia setelah pandemi Covid-19, mulai dari isu pemerataan hingga digitalisasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat ISEI Perry Warjiyo dalam diskusi publik bertajuk Sinergi, Inovasi dan Inklusi Keuangan untuk Akselerasi Pemulihan Ekonomi. Diskusi itu berlangsung pada Jumat (29/10/2021).
Menurutnya, terdapat lima tantangan utama perekonomian Indonesia yang perlu dicermati pasca pandemi Covid-19. Pertama yakni pemulihan ekonomi global yang tidak merata, hal tersebut dipengaruhi oleh penyebaran Covid-19 yang berbeda-beda di setiap negara, termasuk tingkat vaksinasinya.
Kedua, terjadi pememaran (scaring effect) terhadap stabilitas sistem keuangan. Hal tersebut terjadi karena pandemi Covid-19 membatasi aktivitas masyarakat sehingga daya beli tertekan dan perekonomian terganggu.
Ketiga, akselerasi ekonomi dan keuangan digital yang semakin cepat. Terbatasnya aktivitas fisik membuat berbagai aspek mengadopsi teknologi digital, mulai dari bisnis, perdagangan, pendidikan, layanan masyarakat, dan lain-lain.
"Keempat, kebutuhan inklusi ekonomi dan keuangan yang semakin nyata, serta kelima dorongan untuk implementasi ekonomi dan keuangan hijau," ujar Perry pada Jumat (29/10/2021).
Baca Juga
Lebih lanjut, Perry yang juga Gubernur Bank Indonesia meyampaikan bahwa untuk menjawab tantangan tersebut, terdapat enam respons kebijakan yang dilakukan yaitu, pertama sinergi bauran kebijakan nasional untuk pemulihan ekonomi antara pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sinergi itu antara lain melalui pembukaan sektor ekonomi, pemulihan korporasi dan pembiayaan perbankan bagi dunia usaha.
Kedua, seluruh instrument bauran kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, berkoordinasi erat dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Ketiga, digitalisasi sistem pembayaran untuk integrasi ekonomi dan keuangan digital untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi, antara lain implementasi QRIS, elektronifikasi, BI Fast, dan regulatory reform.
Keempat, implementasi reformasi struktural sebagai strategi percepatan transisi menuju negara maju, baik dari sisi kualitas sumber daya manusia, produktivitas serta pembangunan infrastruktur.
Kelima, mendorong inklusi ekonomi dan keuangan melalui pemberdayaan ekonomi dan UMKM. Lalu, keenam, kebijakan keuangan hijau untuk sustainabilitas sebagai upaya untuk memitigasi risiko sistemik akibat perubahan iklim.