Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) melihat dampak inflasi di berbagai negara tujuan ekspor sebagai imbas dari tidak seimbangnya kenaikan permintaan dengan kondisi pasokan memiliki dampak yang terkontrol bagi perdagangan luar negeri Indonesia.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kemendag Kasan menjelaskan inflasi terjadi karena kenaikan yang cepat pada kurva permintaan.
“Sementara penyesuaian terhadap faktor-faktor produksi yang membentuk kurva supply [pasokan] belum tentu secara cepat dapat direspons oleh pelaku usaha dan industri untuk meningkatkan pasokan,” kata Kasan dalam keterangan tertulis, Kamis (28/10/2021).
Kasan memperkirakan situasi ini akan berdampak lebih berat bagi pelaku usaha yang menggunakan bahan baku impor, dibandingkan dengan usaha yang dengan ketergantungan rendah pada bahan baku asal luar negeri.
Menurutnya, industri manufaktur yang memerlukan bahan baku impor seperti tekstil dan otomotif akan memerlukan waktu lebih lama untuk menaikkan kapasitas produksi. Sementara industri berbasi bahan baku dalam negeri akan merespons kenaikan permintaan global dengan lebih cepat.
Karena itu, Kasan mengatakan perdagangan luar negeri Indonesia cenderung menghadapi dampak yang terkontrol. Ekspor dengan sumbangan besar pada kinerja luar negeri tercatat tidak tergantung pada pasokan bahan baku impor yang besar. Industri terkait bisa langsung melakukan penyesuaian produksi untuk mengimbangi situasi.
Baca Juga
“Menurut kami kenaikan inflasi di destinasi ekspor memiliki dampak yang terkontrol dan terbatas bagi kinerja perdagangan luar negeri Indonesia. Karena ekspor komoditas Indonesia cenderung tidak terlalu memiliki ketergantungan dengan bahan baku impor,” katanya.
Selain itu, dia mencatat negara tujuan ekspor Indonesia merupakan negara-negara yang memiliki mekanisme pasar yang cukup baik. Dia juga meyakini intervensi kebijakan otoritas bisa mendukung mekanisme pasar tersebut sehingga stagflasi kemungkinan tidak akan terjadi.