Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Destinasi Ekspor Inflasi, Indonesia Perlu Diversifikasi Pasar

Indonesia harus mengantisipasi risiko penurunan permintaan dengan melakukan diversifikasi pasar ekspor. Hal ini utamanya bila inflasi di negara tujuan ekspor dalam satu tahun ke depan sampai pada tahap mengganggu daya beli.
Pekerja dengan alat berat memindahkan cangkang sawit yang akan diekspor ke Thailand di Pelabuhan Bela-Belang, Kecamatan Kalukku, Mamuju, Sulawesi Barat, Senin (27/7/2020). /Antara
Pekerja dengan alat berat memindahkan cangkang sawit yang akan diekspor ke Thailand di Pelabuhan Bela-Belang, Kecamatan Kalukku, Mamuju, Sulawesi Barat, Senin (27/7/2020). /Antara

Bisnis.com, JAKARTA— Tingkat inflasi di negara tujuan ekspor diperkirakan berdampak pada penurunan permintaan pada produk Indonesia, karena kenaikan harga barang bakal berimbas pada daya beli.

“Dampak inflasi di pasar tujuan ekspor dalam jangka menengah mungkin baru akan terlihat dalam bentuk penurunan demand pasar karena daya beli pasarnya turun seiring waktu sesuai dengan kondisi inflasinya,” kata Koordinator Wakil Ketua Umum III Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani , Kamis (28/10/2021).

Karena itu, kata Shinta, Indonesia harus mengantisipasi risiko penurunan permintaan dengan melakukan diversifikasi pasar ekspor. Hal ini utamanya bila inflasi di negara tujuan ekspor dalam satu tahun ke depan sampai pada tahap mengganggu daya beli.

“Kita harus antisipasi dengan diversifikasi ekspor. Khususnya bila setahun ke depan inflasi sudah mengganggu daya beli dan menciptakan penurunan permintaan di negara tersebut,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewanti-wanti terkait fenomena lonjakan inflasi yang terjadi di dunia. Sri Mulyani mencatat proyeksi inflasi global yang dirilis World Economic Forum (WEF) melonjak dari level 3,5 persen year-on-year menjadi 4,3 persen year-on-year.

"Ini yang perlu kita waspadai. Global inflation melonjak sangat tinggi dari level di 3,5 [persen], menjadi 4,3 [persen]. Dan ini merupakan suatu tekanan yang harus benar-benar kita antisipasi dan waspadai," kata Sri Mulyani awal pekan ini.

Menurutnya, kenaikan inflasi dipicu oleh sejumlah faktor seperti harga komoditas, harga pangan, dan disrupsi suplai. Sementara itu, peningkatan dari permintaan secara agregat (aggregate demand) dinilai turut berkontribusi terhadap kenaikan inflasi global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper