Bisnis.com, JAKARTA - Indonesian National Shipowners' Association (INSA) menyatakan sejumlah komponen biaya yang dikeluhkan oleh pelaku importir dalam proses logistik impor sejatinya telah ditetapkan secara resmi. Namun, asosiasi turut mempertanyakan pembebanan biaya tertentu.
“Keluhan GINSI adalah mengenai pungutan yang dilakukan oleh agen muatan dan atau agen pengapalan. Memang harus diperjelas dulu siapa yang mengadakan pungutan tersebut. Kalau dari pelayaran, biaya yang ditagihkan murni b-to-b,” kata Ketua DPP INSA Carmelita Hartoto, Rabu (27/10/2021).
Carmelita mengatakan komponen terminal handling charge (THC) merupakan tarif resmi dari pelabuhan. Sementara biaya delivery order (DO) adalah praktik umum.
Namun, dia mempertanyakan adanya komponen congestion recovery surcharge. Menurutnya, komponen tersebut bersifat pragmatis dan hanya berlaku di pelabuhan tujuan tertentu seperti di Amerika Serikat yang mengalami kongesti.
“Biaya tersebut ditagih di pelabuhan tujuan, tidak ditagih pada eksportir. Kalaupun ditagih ke importir di Indonesia, ya aneh juga karena tidak ada kongesti di Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Logistik dan Rantai Pasok Kadin Indonesia Akbar Djohan mengatakan sejumlah biaya komponen yang dibebankan kepada importir sebagaimana dikeluhkan GINSI sejatinya merupakan biaya di dalam pelabuhan.
Baca Juga
“Di luar pelabuhan memang banyak komponen tambahan dan ada asosiasi lain yang terlibat, kalau tidak salah asosiasi depo kontainer. Sifatnya b-to-b dan pengelola swasta,” kata dia.