Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Energi Bisa Berdampak Positif ke Neraca Dagang, Kok Bisa?

Sampai Agustus, data terbaru BPS yang diolah Kementerian Perdagangan memperlihatkan bahwa neraca perdagangan total per Agustus mencapai US$20,84 miliar.
./.Bloomberg
./.Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Krisis energi yang terjadi di sejumlah wilayah berpeluang memberi dampak cukup positif terhadap neraca perdagangan. Neraca perdagangan diproyeksi tetap melampaui capaian surplus pada 2020.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan komoditas ekspor Indonesia yang bisa memanfaatkan peluang selama krisis energi adalah batu bara. Komoditas ini menjadi jawaban atas permasalahan kenaikan biaya listrik di negara atau kawasan seperti China, India, dan Eropa.

“Kami melihat dampaknya [krisis energi] terhadap neraca perdagangan cenderung mixed ke arah positif. Dari catatan kami, komoditas yang mungkin dapat memanfaatkan kondisi ini adalah batu bara karena menjawab permasalahan krisis energi di negara-negara tersebut,” kata Josua, Kamis (14/10/2021).

Indonesia merupakan negara pemasok batu bara terbesar ke China dengan nilai mencapai US$9,86 miliar dan volume 133,18 juta ton sampai Agustus 2021. Nilai ekspor batu bara ke China memiliki pangsa 37,44 persen dari total ekspor produk mineral dalam kode HS 27 yang mencapai US$26,33 miliar.

Meski krisis energi bisa berdampak ke kinerja ekspor komoditas nonenergi, Josua meyakini neraca perdagangan Indonesia tetap bisa surplus sampai akhir tahun.

Sampai Agustus, data terbaru BPS yang diolah Kementerian Perdagangan memperlihatkan bahwa neraca perdagangan total per Agustus mencapai US$20,84 miliar atau 96 persen dari capaian surplus 2020 sebesar US$20,7 miliar.

“Kami memperkirakan surplus 2021 masih berpotensi melampaui surplus 2020. Faktor yang meningkatkan neraca perdagangan ke depan adalah harga komoditas yang diperkirakan relatif tinggi hingga akhir tahun sehingga meningkatkan nilai ekspor ke depan,” papar Josua.

Selain itu, dia mengatakan hambatan aktivitas produksi di negara penghasil bahan baku bagi industri domestik, terutama China, berpotensi menghambat nilai impor ke depan.

Total impor selama kurun Januari sampai Agustus 2021 mencapai US$122,83 miliar, naik 33,36 persen secara tahunan. Pertumbuhan impor masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor dalam periode yang sama.

Secara akumulatif, ekspor selama Januari sampai Agustus 2021 menyentuh US$143,68 miliar. Nilai tersebut naik 39, 40 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$103,07 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper