Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Konsumen Menguat, Industri Tembakau Masih Kontraksi

Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia mencatat pengenaan cukai, masih ada penurunan 7 persen pada Juni–Juli 2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Diperkirakan kontraksi akan berlanjut hingga akhir tahun.
Petani memetik daun tembakau saat panen di persawahan Dusun Welar, Toroh, Grobogan, Jawa Tengah, Senin (7/9/2020). /Antara Fotor-Yusuf Nugroho
Petani memetik daun tembakau saat panen di persawahan Dusun Welar, Toroh, Grobogan, Jawa Tengah, Senin (7/9/2020). /Antara Fotor-Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA — Sektor industri hasil tembakau (IHT) belum ikut merasakan penguatan indeks keyakinan konsumen (IKK) pada bulan lalu. Pasalnya, pelaku usaha masih terbebani kenaikan tarif cukai yang naik signifikan dalam dua tahun terakhir.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi mengatakan, berdasarkan catatan pengenaan cukai, masih ada penurunan 7 persen pada Juni–Juli 2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

"Hitungan saya, Juni–Juli 2021 masih turun 7 persen. Pada Juni harusnya relatif bagus, tapi hasil tembakau jelek. Juli-Agustus itu kan ada pandemi tahap kedua, mestinya lebih jelek lagi," kata Benny kepada Bisnis, Rabu (13/10/2021).

Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat terjadi perbaikan IKK dari 77,3 pada Agustus menjadi 95,5 pada September 2021. Namun demikian, proporsi pendapatan konsumen yang digunakan untuk konsumsi, stagnan di angka 75 persen dengan proporsi yang ditabung sebesar 14,1 persen.

Hingga akhir tahun, Benny memproyeksikan kinerja IHT masih akan terkontraksi, bahkan bisa lebih rendah daripada tahun lalu. Namun, dalam skenario optimistis, momentum konsumsi akhir tahun bisa turut mengerek kinerja IHT sehingga level kontraksi bisa diturunkan.

"Misalnya secara total [tahun lalu] -7 persen, tahun ini jadi -6 persen atau -6,5 persen. Karena baru sedikit recovery, masih ada tiga bulan barangkali belum mampu mengangkat hingga pertumbuhan normal," lanjutnya.

Sementara itu, kenaikan cukai IHT yang cukup tinggi turut meningkatkan peredaran rokok ilegal. Mengutip survei sosial ekonomi nasional (Susenas) tahun lalu, Benny menyebut ada celah yang cukup lebar antara penjualan yang sebesar 400 miliar batang dengan produksi sekitar 315 hingga 320 miliar batang.

"Berarti yang 70–80 miliar batang itu rokok ilegal. Jadi karena cukainya terlalu tinggi, konsumen cari rokok ilegal yang harganya relatif lebih murah," ujarnya.

Benny berharap kenaikan cukai IHT pada tahun depan tidak lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dia menyebut jika kenaikan cukai masih di atas 10 persen, maka akan sulit bagi IHT untuk memaksimalkan pemulihan.

"Di tengah-tengah kita masih perlu cukai, masih perlu penyerapan tenaga kerja, harapan saya jangan terlalu tinggi kenaikan cukainya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper