Bisnis.com, JAKARTA - DPR RI meminta pemerintah mempertimbangkan seluruh aspek, di samping sisi kesehatan, khususnya terkait menentukan kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022.
Anggota Komisi IV DPR RI Mindo Sianipar mengingatkan agar pemerintah melindungi industri hasil tembakau (IHT) yang padat karya melalui kebijakan cukai yang pro terhadap petani tembakau dan buruh pabrik.
Pasalnya, kata dia, kenaikan tarif CHT akan menurunkan harga tembakau dari petani sehingga akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja di industri tersebut.
“Soal cukai rokok, mata rantainya banyak di situ. Jadi, pendekatannya tidak boleh sepihak. Tidak boleh hanya kesehatan, tidak boleh juga hanya tenaga kerja. Semua satu kesatuan memikirkannya,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (6/10/2021).
Mindo menjelaskan mata rantai IHT selama ini menyerap hampir 6 juta tenaga kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurutnya, Jumlah tersebut menempatkan IHT sebagai salah satu sektor padat karya terbesar di Indonesia. Namun kondisi mereka sangat rentan terhadap tekanan yang terjadi di industri.
“Khususnya untuk sigaret kretek tangan, saya berharap kenaikan cukai nol persen. Ini harus dipertahankan karena rokok linting menyerap banyak tenaga kerja. Harus kita lindungi itu, ya,” katanya.
Ekonom Universitas Indonesia Eugenia Mardanugraha mengatakan menaikkan tarif CHT di masa pandemi Covid-19 tidak tepat dilakukan.
“Masa pandemi negara memang membutuhkan penerimaan untuk mendukung berbagai program pemulihan ekonomi nasional. Namun, upaya ini akan menjadi bumerang ketika membebani industri padat karya seperti IHT,” katanya.
Kenaikan tarif CHT di masa andemi menurutnya justru berpotensi menyulut gelombang PHK dan tidak terserapnya hasil panen petani tembakau dan cengkih.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada AB Widyanta menambahkan pemerintah harus ikut mempertimbangkan nasib para petani tembakau dalam kebijakan cukai.
Menurutnya, dampak kenaikan CHT tak hanya dirasakan petani tembakau, tetapi pada kondisi buruh pabrik, terutama yang berkaitan dengan SKT.
"Jika CHT dinaikkan dan produksi rokok makin menurun, para pekerja di sektor padat karya seperti SKT yang mayoritas perempuan akan terdampak langsung dengan pengurangan jam kerja hingga pengurangan upah,” tuturnya.