Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pesawat CN235-220 Pakai Bioavtur, Kemenhub: Bisa Turunkan Emisi Karbon

Kemenhub mengapresiasi keberhasilan uji terbang pesawat CN235-220 milik PT Dirgantara Indonesia yang menggunakan campuran bahan bakar bioavtur untuk menurunkan emisi karbon.
Aktivitas pekerja di Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Jumat (25/5/2018)./Bisnis-Nurul Hidayat
Aktivitas pekerja di Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Jumat (25/5/2018)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Keberhasilan Uji Terbang Pesawat CN235-220 FTB (Flying Test Bed) milik PT Dirgantara Indonesia yang menggunakan campuran bahan bakar bioavtur diharapkan bisa mendorong turunnya emisi karbon di sektor penerbangan ke depannya.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Rianto mengapresiasi pencapaian pengembangan bahan bakar alternatif untuk pesawat udara. Hal ini sejalan dengan peta jalan atau roadmap Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yang mendorong penggunaan bahan bakar alternatif untuk pesawat udara.

“Penggunaan bahan bakar nabati untuk pesawat merupakan wujud upaya menurunkan emisi karbon di sektor penerbangan, sesuai kebijakan yang dikeluarkan oleh ICAO,” ujarnya melalui siaran pers, Minggu (10/10/2021).

Dalam kegiatan uji statik, Direktur Utama Garuda Maintenance Facilities Aeroasia Andi Fahrurrozi menjelaskan dalam proses uji cobanya, GMF senantiasa mematuhi manual yang diterbitkan oleh manufaktur mesin pesawat. Prosedur khusus juga dijalankan agar avtur jet A1 dan bioavtur J2.4 tidak bercampur ketika melakukan testing, sehingga memberikan hasil yang representatif dan akurat.

“Hasilnya, performansi keduanya sangat dekat. Tidak ada perbedaan yang signifikan, sehingga bioavtur J2.4 diputuskan layak untuk menjalani tahapan uji non-statis ke pesawat CN235-220”, tutur Andi.

Seperti diketahui, Salah satu strategi yang didorong Pemerintah untuk percepatan implementasi energi baru terbarukan (EBT) demi pencapaian target bauran energi EBT 23 persen pada 2025 dan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yaitu melakukan substitusi energi primer dan final dengan teknologi eksisting. Setelah sukses dengan program MandatoriB30 utuk sektor transportasi darat,saat ini pemanfaatan bahan bakar nabati telah berhasil diuji coba untuk sektor transportasi udara.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menjelaskan Pesawat penerbangan perdana tersebut menggunakan bahan bakar nabati, campuran Bioavtur 2,4 persen dengan menempuh jarak Bandung – Jakarta menggunakan pesawat.

Perjalanan panjang telah dilalui untuk sampai di tahap keberhasilan uji terbang. Dimulai melalui sinergi penelitian antara Pertamina Research & Technology Innovation (Pertamina RTI) dan Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung (PRK-ITB) dalam pengembangan katalis “Merah- Putih” untuk mengkonversi minyak inti sawit menjadi bahan baku bioavtur pada 2012.

Selanjutnya kerja sama diperluas bersama PT KPI (Kilang Pertamina Internasional) untuk melakukan uji produksi co-processing skala industri di Refinery Unit (RU) IV Cilacap untuk mengolah campuran RBDPKO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil) dan kerosin menggunakan katalis merah putih, sebagai salah satu inovasi karya terbaik anak bangsa. Pada pengujian ini telah berhasil diproduksi bioavtur 2,4 %-v yang disebut dengan J2.4.

Selanjutnya serangkaian uji teknis dilakukan, hingga pelaksanaan uji terbang dari tanggal 8 September hingga 6 Oktober 2021 termasuk pengujian In-flight Engine Restarting. Keberhasilan ini akan menjadi tahap awal dalam peningkatan kontribusi bioavtur di sektor transportasi udara dalam rangka meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional.

Kegiatan ini termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Hilirisasi Industri Katalis dan Bahan Bakar Biohidrokarbon yang dikoordinasikan oleh Kementerian ESDM, serta termasukdalam etalase Prioritas Riset Nasional (PRN) Pengembangan Teknologi Produksi Bahan Bakar Nabati berbasis Minyak Sawit dan Inti Sawit, yang dikoordinasikan oleh Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN).

“Semua keberhasilan ini dimulai dari ambisi, kepercayaan diri dan keinginan untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara, tentunya kita tidak akan berhenti dan berpuas diri di tahapan ini, penelitian dan pengembangan akan terus dilakukan untuk nantinya dapat menghasilkan produk J100 dan penggunaan bioavtur dilakukan pada seluruh maskapai Indonesia, dan bahkan mancanegara”, tekannya.

Dalam Peraturan Menteri ESDM No. 12/2015 telah mengaturkewajiban pencampuran bahan bakar nabati dalam bahan bakar jenis avtur dengan persentase sebesar 3 persen pada 2020, dan pada 2025 akan meningkat menjadi bioavtur 5 persen. Arifin mengharapkan dukungan semua pihak dalam tahapan-tahapan uji berikutnya, termasuk penyusunan roadmap untuk komersialisasi.

Menurutnya, industri aviation biofuel dapat terwujud apabila ada sinergi positif antara pemerintah sebagai regulator, lembaga-lembaga penelitian, produsen bioavtur, dan para pengguna aviation biofuel yaitu pihak operator penerbangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper