Bisnis.com, JAKARTA - Neraca pembayaran Indonesia (NPI) diproyeksi akan mengalami surplus yang lebih tinggi pada tahun ini jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan surplus ini didorong oleh neraca perdagangan Indonesia hingga akhir 2021 yang akan mencapai kisaran US$10 hiingga US$15 miliar, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan posisi surplus pada 2020 sebesar US$2,6 miliar.
Peningkatan tersebut akan didorong oleh surplus neraca dagang, normalisasi aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik, dan adanya alokasi Special Drawing Rights (SDR) dari IMF.
Faisal memperkirakan, neraca perdagangan akan tetap melanjutkan surplus hingga akhir tahun, sejalan dengan pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut dan harga komoditas yang meningkat.
“Kami perkirakan defisit transaksi berjalan [current account deficit/CAD] akan melebar namun terjaga di level -1,06 persen dari PDB, lebih tinggi dari -0,42 persen dari PDB pada 2020,” katanya, Kamis (7/10/2021).
Faisal menyampaikan, seiring dengan menguatnya permintaan eksternal, pemulihan ekonomi domestik, dan reformasi struktural, neraca keuangan diperkirakan mencatat surplus yang lebih tinggi tahun ini karena aliran masuk portofolio dan investasi langsung terlihat membaik.
Baca Juga
Meski demikian, menurutnya beberapa risiko penurunan dapat membatasi potensi aliran masuk, yaitu normalisasi moneter global oleh bank-bank sentral utama khususnya the Fed, masalah batas utang Amerika Serikat, krisis Evergrande di China, dan ketidakpastian seputar pandemi covid-19.
“Hal ini dapat memicu sentimen risk-off di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia,” jelasnya.
Faisal menambahkan, neraca pembayaran Indonesia yang diperkirakan tinggi akan cukup mendukung cadangan devisa indonesia, sehingga nilai tukar rupiah dapat terjaga stabil.